Bingkisan Untuk Guru
Aku lupa tepatnya kapan, yang pasti saat itu aku masih bujang, aku perhatikan ada kebiasaan orang tua memberi bingkisan untuk guru anak-anaknya. Aku perhatikan para Ibu di kantor sibuk mencari sesuatu saat akhir tahun ajaran tiba. Reaksiku saat itu adalah: "Ya ampun sejak kapan ortu harus ngasih beginian sama guru ya? Untung jamanku dulu gaada yang model begini".
Sebenarnya bukan masalah ngasihnya yang jadi keberatanku, tapi jadi kewajiban memberi itu yang membuatku ga suka. Wajib memberi karena orang tua lainnya juga memberi, dan pemberian yang biasa-biasa saja jadi akan memalukan jika dibandingkan dengan orang tua lain. Maka, semakin bagus akan semakin baik, semakin mahal akan semakin berkelas (bagi yang ngasih). Pemberian kepada guru yang didasari oleh persaingan tak kasat mata diantara orang tua murid.
Eniwei, aku tidak pernah memikirkan masalah pemberian itu, karena di TK anak-anakku ada kebijakan ketat bahwa tidak ada pemberian orangtua kepada perorangan atau sekelompok guru. Di RA Istiqlal dengan model BCCT maka semua guru adalah satu tim karena tiap sentra ada tim yang bertanggung jawab dan anak-anak selalu berkeliling ganti sentra setiap waktu. Bahkan jika orangtua ingin diskusi dengan guru mengenai perkembangan anaknya, maka harus dengan perjanjian karena penanggungjawab kelompok harus mengumpulkan informasi dulu dari semua sentra, baru kemudian diskusi bisa dilakukan.
Kalau memang ada pemberian dari orangtua, harus dilakukan untuk semua tim guru. Makanya, bingkisan untuk guru selalu dikoordinir bersama dan hanya ada pada Hari Raya Idul Fitri dan kelulusan anak-anak RA. Saat itulah, jika orang tua ingin menyampaikan sesuatu maka dikoordinir bersama.
Saat Detya mulai SD pun juga tidak ada bingkisan karena kupikir kebijakan di RA tadi juga berlaku untuk MI.
Sampai akhir-akhir ini ketika aku menghadapi kesulitan dalam menemani Javas belajar. Dan wali kelas Javas adalah satu-satunya guru yang bisa membuat Javas belajar dan akhirnya bisa membaca dengan baik. Aku gabisa membayangkan bagaimana wali kelas itu bisa membuat Javas duduk manis dan berlatih terus, saat aku harus menggunakan berbagai rayuan dan kadang berakhir dengan nada tinggi yang aku kawatirkan malah membuat Javas semakin malas berlatih.
Aku jadi memikirkan ulang, apa saja yang telah aku lakukan buat Detya dan Javas sampai akhirnya mereka seperti ini. Detya sama sekali kami lepas begitu saja, tanpa pendampingan yang cukup untuk belajar, dia bisa jadi terbaik di kelas 1. Selama kelas 2 pun dia masih dengan pola yang sama dan mendapat nilai terbaik di ujiannya walaupun tidak jadi yang pertama karena kurang lengkapnya dia mengerjakan PR. Praktisnya, kami ga ngapa-ngapain tapi prestasi Detya sangat memuaskan. Darimana bisa begitu, tentu saja peran gurunya sangat luar biasa.
Begitu juga dengan Javas, walaupun pendampingan dengan Javas lebih intens, tapi tetap saja dia merasa bebas dengan orangtuanya sehingga bisa leluasa menolak jika ditemani belajar. Hanya dengan wali kelasnya dia jaim sehingga bisa duduk tenang ketika belajar. Dan wali kelasnya walaupun sempat kuanggap terlalu keras untuk anak kelas satu (ya..well..sebenarnya karena tidak ada excuse untuk Javas maka kuanggap terlalu keras) sungguh sangat komunikatif ketika aku curhat segala macam tentang Javas dan selalu memotivasiku untuk mencoba beragam cara ketika belajar dengan Javas.
Dengan sedikitnya yang kulakukan untuk anak-anakku dan aku mendapatkan anak-anak yang bersemangat belajar, membuatku rasanya ingin memberikan apa saja untuk guru-gurunya. Tapi sepertinya dengan kebijakan tidak ada pemberian apapun untuk guru perorangan maka aku harus menghormati aturan itu.
Tapi kalau handmade kan ga ada salahnya to?....Saat ini sedang mencicil satu persatu handmade untuk guru-guru Detya dan Javas. Dan ini salah satunya:
Aku lupa link-nya mana, tapi waktu itu aku sempat memperhatikan detil pembuatan tas dua sisi ini dan kemarin sukses mencobanya. Paling engga, tas ini bisa jadi pembungkusnya dan bisa dipakai untuk keperluan lain.
(Catatan: nemu link yang paling mirip dengan yang aku buat...walau waktu itu ga pake link ini...)
Balik lagi ke masalah pemberian kepada guru tadi, kemarin aku sempat membaca komentar seseorang yang mengeluhkan masalah bingkisan ini. Well...jika alasannya adalah kewajiban karena orangtua lain melakukan itu dan nilai barang menjadi penting...maka ya...aku tetap tidak setuju dengan pemberian yang seperti itu.
Tapi jika ikhlas dari dalam hati ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya buat peran guru...maka itulah yang akan aku lakukan.....
Pagiku cerahku
matahari bersinar
kugendong tas merahku di pundak
selamat pagi semua kunantikan dirimu
di depan kelasku menantikan kami
Guruku tersayang
guruku tercinta
tanpamu apa jadinya aku
tak bisa baca tulis
mengerti banyak hal
Guruku terima kasihku
Nyatanya diriku kadang buatmu marah
namun segala maaf kau berikan
Sebenarnya bukan masalah ngasihnya yang jadi keberatanku, tapi jadi kewajiban memberi itu yang membuatku ga suka. Wajib memberi karena orang tua lainnya juga memberi, dan pemberian yang biasa-biasa saja jadi akan memalukan jika dibandingkan dengan orang tua lain. Maka, semakin bagus akan semakin baik, semakin mahal akan semakin berkelas (bagi yang ngasih). Pemberian kepada guru yang didasari oleh persaingan tak kasat mata diantara orang tua murid.
Eniwei, aku tidak pernah memikirkan masalah pemberian itu, karena di TK anak-anakku ada kebijakan ketat bahwa tidak ada pemberian orangtua kepada perorangan atau sekelompok guru. Di RA Istiqlal dengan model BCCT maka semua guru adalah satu tim karena tiap sentra ada tim yang bertanggung jawab dan anak-anak selalu berkeliling ganti sentra setiap waktu. Bahkan jika orangtua ingin diskusi dengan guru mengenai perkembangan anaknya, maka harus dengan perjanjian karena penanggungjawab kelompok harus mengumpulkan informasi dulu dari semua sentra, baru kemudian diskusi bisa dilakukan.
Kalau memang ada pemberian dari orangtua, harus dilakukan untuk semua tim guru. Makanya, bingkisan untuk guru selalu dikoordinir bersama dan hanya ada pada Hari Raya Idul Fitri dan kelulusan anak-anak RA. Saat itulah, jika orang tua ingin menyampaikan sesuatu maka dikoordinir bersama.
Saat Detya mulai SD pun juga tidak ada bingkisan karena kupikir kebijakan di RA tadi juga berlaku untuk MI.
Sampai akhir-akhir ini ketika aku menghadapi kesulitan dalam menemani Javas belajar. Dan wali kelas Javas adalah satu-satunya guru yang bisa membuat Javas belajar dan akhirnya bisa membaca dengan baik. Aku gabisa membayangkan bagaimana wali kelas itu bisa membuat Javas duduk manis dan berlatih terus, saat aku harus menggunakan berbagai rayuan dan kadang berakhir dengan nada tinggi yang aku kawatirkan malah membuat Javas semakin malas berlatih.
Aku jadi memikirkan ulang, apa saja yang telah aku lakukan buat Detya dan Javas sampai akhirnya mereka seperti ini. Detya sama sekali kami lepas begitu saja, tanpa pendampingan yang cukup untuk belajar, dia bisa jadi terbaik di kelas 1. Selama kelas 2 pun dia masih dengan pola yang sama dan mendapat nilai terbaik di ujiannya walaupun tidak jadi yang pertama karena kurang lengkapnya dia mengerjakan PR. Praktisnya, kami ga ngapa-ngapain tapi prestasi Detya sangat memuaskan. Darimana bisa begitu, tentu saja peran gurunya sangat luar biasa.
Begitu juga dengan Javas, walaupun pendampingan dengan Javas lebih intens, tapi tetap saja dia merasa bebas dengan orangtuanya sehingga bisa leluasa menolak jika ditemani belajar. Hanya dengan wali kelasnya dia jaim sehingga bisa duduk tenang ketika belajar. Dan wali kelasnya walaupun sempat kuanggap terlalu keras untuk anak kelas satu (ya..well..sebenarnya karena tidak ada excuse untuk Javas maka kuanggap terlalu keras) sungguh sangat komunikatif ketika aku curhat segala macam tentang Javas dan selalu memotivasiku untuk mencoba beragam cara ketika belajar dengan Javas.
Dengan sedikitnya yang kulakukan untuk anak-anakku dan aku mendapatkan anak-anak yang bersemangat belajar, membuatku rasanya ingin memberikan apa saja untuk guru-gurunya. Tapi sepertinya dengan kebijakan tidak ada pemberian apapun untuk guru perorangan maka aku harus menghormati aturan itu.
Tapi kalau handmade kan ga ada salahnya to?....Saat ini sedang mencicil satu persatu handmade untuk guru-guru Detya dan Javas. Dan ini salah satunya:
Aku lupa link-nya mana, tapi waktu itu aku sempat memperhatikan detil pembuatan tas dua sisi ini dan kemarin sukses mencobanya. Paling engga, tas ini bisa jadi pembungkusnya dan bisa dipakai untuk keperluan lain.
(Catatan: nemu link yang paling mirip dengan yang aku buat...walau waktu itu ga pake link ini...)
Balik lagi ke masalah pemberian kepada guru tadi, kemarin aku sempat membaca komentar seseorang yang mengeluhkan masalah bingkisan ini. Well...jika alasannya adalah kewajiban karena orangtua lain melakukan itu dan nilai barang menjadi penting...maka ya...aku tetap tidak setuju dengan pemberian yang seperti itu.
Tapi jika ikhlas dari dalam hati ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya buat peran guru...maka itulah yang akan aku lakukan.....
Pagiku cerahku
matahari bersinar
kugendong tas merahku di pundak
selamat pagi semua kunantikan dirimu
di depan kelasku menantikan kami
Guruku tersayang
guruku tercinta
tanpamu apa jadinya aku
tak bisa baca tulis
mengerti banyak hal
Guruku terima kasihku
Nyatanya diriku kadang buatmu marah
namun segala maaf kau berikan
Guruku tersayang
guruku tercinta
tanpamu apa jadinya aku
tak bisa baca tulis
mengerti banyak hal
Guruku terima kasihku
guruku tercinta
tanpamu apa jadinya aku
tak bisa baca tulis
mengerti banyak hal
Guruku terima kasihku
Ciptaan : Melly Goeslaw dari Album Dara : Tiga Kata Ajaib
handmade lebih bermakna loh. andai aku bisa membuatnya juga
BalasHapusMbak, handmade-nya keren banget!!!!
BalasHapusBisa belajar dijual, tuh. Dari fotonya sudah terlihat rapi. Beda jauh dengan buatanku yang selalu ada jahitan yang terlalu rapat/renggang.
Bisnis.. bisnis... cring-cring.
Sekalian mengomentari penampilan blog barunya yang keren.
BalasHapusMenurut pendapat saya ...
BalasHapusGuru akan merasa sangat dihargai .. jika kita menganggap mereka sebagai partner ... bukan sebagai client dan pelanggannya ...
Dengan dianggap sebagai partner dan sahabat ... saya rasa mereka akan senang ...
Dan kalaupun kita ingin memberi sesuatu ... sebuah pemberian karya sendiri pasti akan sangat menyentuh
Salam saya Bu Dewi
Wah.. pasti gurunya seneng banget dpet hadiah sebagus itu.. :) q juga mau loh..
BalasHapusBagus tasnya. Guru yang nerima pasti senang karena itu buatan sendiri. Saya juga pernah menerima hadiah tas bikinan sendiri anak-anak. Biar mencang mencong gambarnya kejait segala tapi hepi banget!
BalasHapusDi tempat saya tadinya ada aturan keras gak boleh memberi hadiah kepada guru, tapi dilanggar dan diprotes ortumurid. Akhirnya dibolehkan asal dikoordinir, tapi masih banyak yang diam-diam ngasih juga di belakang. Kalo gini gurunya juga bingung. Ini mau ditolak takut menyinggung, mau diterima aturannya kan gak boleh, ya. Akhirnya setiap pemberian diam2 dikumpulkan lalu dibagi-bagi biar semua, yang terpenting cleaning service dan satpam, bisa menikmatinya juga.
iya mbak...kemaren sempat jd wacana juga nih soal ini, krn aku jg g pnh mikiran, tp mmg ada bbrp yg ngasih...jadi ada usulan jg kl dikoordinir, cuman kok piye yo...whaaa malah bingung aku....
BalasHapustp kupikir ya tergantung niat kita ngasihnya sih ya....asal kita tak mengharapkan anak kita diperlakukan istimewa, kupikir ga papa kan, toh itu tanda terima kasih kita....