Lebaran

Rasanya banyak banget yang pengen kutulis tapi ga ada komputer, ga ada waktu (sibuk belajar dan belanja..hahaha..OK..mumpung ada komputer..mo nulis tentang lebaran kemaren deh..

Lebaran kali ini adalah giliran berlebaran di rumahku dan kebetulan sekali arisan keluarga sampai pada giliran ibuku, sehingga jauh-jauh hari kami sudah merencanakan untuk melaksanakan acara keluarga itu pada hari raya kedua. Aku dan adikku bahkan sudah merencanakan apa yang akan kami pakai sekeluarga, makanan apa yang akan kami suguhkan (karena ibuku terkenal dengan sambelnya yang bikin nambah terus), dan kira-kira gimana acara akan berlangsung.

Walaupun aku tidak terlalu antusias berkumpul dengan keluarga besarku, tetap saja aku yang mempelopori semua hal. Maklum saja keluarga besarku masih menilai bahwa ukuran keberhasilan adalah materi saja (untung saja aku hidup di Jakarta sehingga ga setiap saat tau intrik apa yang sedang terjadi…benar-benar bikin panas kuping dan hati jika dengar cerita ibuku)

Hari raya kedua itu juga bertepatan dengan acara reuni SMA untuk angkatanku (wow sudah 15 tahun ga bikin acara reuni sama sekali). Untungnya waktu pelaksanaan ga tabrakan sehingga 2 acara itu bias kuhadiri semuanya. Suamiku ikut ngantar ke reuni SMA itu tapi tidak ikut gabung, dia berkunjung di rumah atasannya yang kebetulan dekat dengan acara reuniku (ternyata disitu juga ada acara reuni keluarga juga). Acara reuni SMA berlangsung menyenangkan dank arena arisan keluarga di rumahku sudah mulai maka aku harus segera pulang.

Selanjutnya acara di rumahku juga berlangsung meriah dan sukses. Sekali lagi sukses disini adalah ukuran keluarga besarku karena kalau diukur dari segi kekhidmatan maka sama sekali ga khidmat. Tapi aku dan semua keluargaku sangat senang karena standar keluarga besar terpenuhi semua. Tapi ada satu hal yang bikin aku ga enak. Ketika kami ngobrol tentang bagaimana acara berlangsung tadi dan aku, adikku dan ibuku sudah merasa puas, tiba-tiba suamiku membandingkan dengan acara keluarga atasannya yang tadi dihadiri suamiku. Dia bilang pada acara itu semua yang hadir duduk dengan khidmat dan tenang sehingga nuansanya syahdu dan meresap ke dalam hati. Sangat berbeda dengan acara di rumahku yang terkesan hanya berhura-hura saja tanpa ada perenungan sama sekali.

Yang bikin aku ga enak adalah bahwa aku pikir suamiku benar. Itulah kenapa aku ga terlalu antusias berkumpul seperti ini. Tapi itulah keluarga besarku…bukannya aku bangga…tapi that’s the way it is. Suka ga suka, pandangan merekalah yang harus kuikuti ketika aku bersama mereka. Aku harus berhati-hati bersikap agar tidak berlawanan dengan mereka karena orang tuaku yang setiap saat bersama mereka akan menanggung akibatnya jika aku memaksakan diri. Dulu waktu tahun pertama aku kuliah, aku pernah bikin masalah yang berakibat sangat parah pada kakakku (padahal aku cuma bercanda). Sampai sekarang ini becandaanku itu diingat-ingat terus dan membuatku merasa bersalah pada kakakku. Makanya aku sangat berhati-hati saat ini jangan sampai menyalahi norma keluarga besarku. Suamiku ga setuju seperti itu. Kalau kita punya nilai-nilai sendiri, jangan kebawa ama keluarga besar seperti itu.

Well, menurutku kita harus bisa berpikir dari semua sudut pandang sehingga kita bisa tau bagaimana menempatkan diri pada situasi apapun. Tentu saja kita harus punya nilai-nilai sendiri, tapi jangan karena nilai-nilai itu kita menutup diri terhadap nilai-nilai orang lain. Intinya jangan prejudice lah…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog