Prenting Class : GROUPING dan KERJASAMA

Sebenarnya waktu parenting class kemaren, ada 7 poin perjanjian yang harus kami sepakati bersama, salah satunya adalah AMANAH...artinya..apa yang kami bicarakan di pertemuan itu harus kita simpan untuk sendiri..karena mungkin saja ada yang curhat tentang anak-anak dan keluarganya...yang seharusnya tidak diketahui orang lain. Jadi karena kesamaan nasib bahwa anak-anak kami perlu perhatian tambahan, maka kami harus jujur... Untuk itu apa yang diceritakan disana merupakan rahasia sehingga ga perlu disebarluaskan di luar.

Intinya....aku tidak akan menceritakan bagaimana orang tua lainnya cerita tentang anaknya, tapi aku ingin sharing...bagaimana siy menghadapi anak-anak yang pola bermainnya sama dengan anak-anak B.3. Bener deh....pengetahuan ini (yang disharing oleh Bu Guru)..sangat sayang untuk sekedar disimpan sendiri...karena pasti banyak orang tua di luar sana menghadapi hal yang sama (dan mba devi pesen supaya aku sharing di blog ini...so mba devi...ini dulu yak)

TEMUAN I
Cara Bermain Grouping

Kelompok B3...sangat grouping. Ketika satu orang main di satu lokus..maka yang lainnya akan ikut bergerombol di lokus itu walaupun tersedia lokus-lokus lainnya untuk mereka mainkan. Jadi gini, pada tiap sentra, guru akan menyiapkan 5-7 lokus yang berbeda yang bisa merangsang semua motorik anak-anak. Misalnya sentra Ibadah (ini misalkan saja ya..karena aku juga kurang tau detilnya bagaimana), sesuai tema bulan ini maka akan disiapkan 5 lokus yaitu menggambar/mewarnai, mengunting dan menempel, berhitung dengan beraneka kancing baju, buku-buku untuk dibaca, dan balok kecil. Mereka boleh memilih salah satu dari 5 lokus itu untuk dimainkan dengan 2-3 teman lainnya. Jadi 5 lokus itu akan terisi dengan 5 kelompok anak.

Untuk kelas lain..pola seperti itu bisa berjalan. Guru akan menunjuk pemimpin kelas hari ini (biasanya 2-3 anak), untuk memilih terlebih dahulu lokus yang akan dimainkan dan dia boleh memilih teman untuk bergabung dengannya. Dengan begitu semua lokus akan penuh.

Tapi untuk kelas Javas...pengaturan seperti itu ga akan jalan...karena walau pada pengaturan awal mereka sudah disuruh memilih pada lokus yang berbeda, kenyataannya ketika ada satu anak menuju lokus balok kecil...maka yang lainnya akan mengikuti si teman dan bermain pada balok kecil. Ada dua-tiga anak yang biasanya akan menjadi pengamat. Meraka tidak langsung bergabung, tapi hanya melihat-lihat saja teman-temannya bermain di lokus itu. Satu orang akan tetap jadi pengamat sampe akhir (alias ga ngapa-ngapain...cuman liat doang), satu anak setelah beberapa lama akan ikut bergabung, dan seorang lainnya akan pindah ke lokus buku untuk minta diceritain Bu Guru.

Menurut Bu Guru, grouping seperti ini merupakan temuan yang POSITIF, karena perkembangan sosial anak umur 5-6 tahun adalah senang bermain kelompok dan mulai menuju ke kerjasama. Masalahnya untuk kelompok B3 ini, kerjasama sama sekali ga muncul. Walaupun mereka bermain bersama-sama di satu lokus, tapi mereka main sendiri-sendiri tanpa melibatkan teman yang lainnya. Untuk lokus balok kecil tadi...semua anak akan membuat TAMIYA...

Untuk itu...kami sebagai orang tua yang berperan di rumah mesti ikut menstimulasi anak agar grouping itu mengarah ke kerjasama. Di sekolah...setelah 3 bulan berjalan...arah kerjasama itu sudah mulai terlihat sehingga solusi agar lebih cepat lagi maaka di rumah harus dilakukan hal yang sama.

CARANYA:
  1. Buat aturan main yang jelas dalam kelompok, misal:setting alat main menunjukkan bahwa anak dapat bermain dengan sekelompok kecil di area tersebut (3-4 anak)
  2. Bantu anak kearah kerjasama bukan hanya bermain bersama atau berdampingan...

Sepertinya simpel ya...tapi in practice syusyah bener dan lammma...take it from my own experience:
Javas senang sekali membuat ketrampilan...tapi idenya seringkali abstrak dan susah diterjemahkan sehingga dia seringkali jengkel sendiri karena tidak bisa menerjemahkan apa yang dia inginkan. Jika begitu dia bisa teriak-teriak ga jelas dan berujung dengan kalimat.."aku mau dibeliin mainan..."...sigh...kalau sudah begini...aku yang jadi puyeng.

Yang aku lakukan adalah mendekati dia dan bertanya "Apa yang bisa Bunda bantu? Kamu mau bikin apa?"
Javas:"aku mau bikin pesawat"
Bunda:"ayo kita lihat ada kardus apa di belakang. Ini ada kardus odol, sekarang apa lagi yang kita punya...ada kardus susu. Yuk kita mulai. Kardus odol bisa buat badan pesawat, sekarang tinggal apanya?"
Javas:"sayapnya. Ya udah, Bunda yang bantu gambarin, aku yang gunting"
Sebentar kemudian pesawat dengan bentuk kasar sudah siap.
Bunda:"sekarang coba tanya Ayah, apa lagi yang bisa dilakukan"
Ayah membantu Javas dan akhirnya bentuk pesawat yang manis pun jadi.

Hal di atas aku ceritakan di pertemuan. Walau sudah bisa disebut kerjasama, namun ternyata banyak koreksi agar hal itu bisa benar-benar disebut kerjasama.
  1. Harus disebutkan ini KERJASAMA bukan membantu. Jadi pada saat memulai, maka disampaikan bahwa "ayo kita kerjasama untuk membuat pesawat" dan bla-bla-bla...(teeeet...yang kulakukan ternyata salah)
  2. Harus si anak yang memutuskan segala sesuatu, orang tua sebagai fasilitator. Jika anak tidak bisa menentukan maka orang tua memberikan lebih dari satu macam pilihan agar si anak yang memilih mana yang harus digunakan. Jika ide anak masih terlalu abstrak, berikan contoh dari gambar yang bisa dilihat anak secara riil dan dijadikan perbandingan. Intinya, kembalikan lagi kepada si anak untuk memutuskan segala sesuatunya....(teeeeeeeet...salah lagi deh)
  3. Untuk menunjukkan kerjasama, maka harus ada pembagian pekerjaan..walau diusahakan agar si anak sendiri yang mengerjakan. Jika semua anak-anak yang melakukan maka sebelum dimulai ada aturan main yang jelas..misalnya siapa yang menggambar pola..siapa yang menggunting...siapa yang menempel...jadi pada akhirnya pesawat itu merupakan hasil kerjasama...

beuh...beuh.....apa yang kupikir kerja sama ternyata belum sepenuhnya kerja sama...

Maka PR kami semua di rumah untuk dikerjakan adalah MELATIH KERJASAMA....dan melakukannya emang perlu energi lebih agar kata-kata MEMBANTU yang otomatis mau keluar itu beralih menjadi KERJASAMA...

Tadi malam Javas punya ide untuk membuat traktor seperti yang sekarang nangkring di sungai di Masjid Istiqlal... sebenarnya ide awal adalah membuat mobil (as always....sigh...I dunno why he is so in love with cars...). Tapi karena tema bulan ini adalah MASJID SEKOLAHKU....maka ide mobil itu kuarahkan ke tema sehingga dia punya ide untuk membuat traktor yang membersihkan sungai di Masjid Sekolahku....

Swear deh..untuk mencapai ide itu....lammmmaaa dan mesti diskusi panjang sampe akhirnya dia sendiri yang memutuskan....mengarahkannya menuju ide itu lo yang puyeng. Intinya...kita sebagai orangtua mesti KREATIF...ga ada manualnya siy...(thanks to this parenting class...so many example dan it's soooo aplicable).

Masih ada tapinya ding....karena sudah terlalu malam, aku harus menghentikan kegiatannya membuat traktor itu untuk dilanjutkan keesokan harinya...dan hal ini membuat dia frustasi karena dihentikan pada saat sedang asyik menyusun karton-kartonnya...akhibatnya dia tantrum lagi...dan ayah sempat marah karena dia main fisik sama adiknya. Jadi aku harus mengingat-ingat semua arahan Bu Guru agar tidak ikut marah seperti Ayah dan meredakan tantrumnya. Eniwei..Javas tidur dengan tenang...dan malam ini mesti praktek ilmu lagi...

OK...sementara ini dulu....ntar sambung lagi...



Komentar

  1. HHmmmm ...
    Parenting Class ...
    Saya belum pernah mengikutinya ...
    Ini diikuti oleh para orang tua murid ya Bu ...

    Keren juga nih ...
    Patut ditiru oleh sekolah anakku ...

    Salam saya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog