My Role Model

Duh..sudah lama aku ingin menulis tentang ini, tapi kok ya terlalu personal dan belum tentu semua sependapat tentang hal ini.

OK, diawali dengan kursus bahasa inggris minggu lalu (ya, aku ikutan kursus inggris tiap senin dan rabu, bareng ama anak-anak baru yang baru aja setaun lebih kerja ditempatku) yang membicarakan tentang hero, baik yang sudah lalu, saat ini ataupun personal hero.

Past Hero, kelompok kami sepakat membicarakan Sukarno-Hatta karena siapalah yang meragukan peran mereka dalam kemerdekaan RI. Walaupun banyak pahlawan nasional lainnya, membicarakan dua orang itu lebih netral dan diterima semua audience. Giliran present hero, kelompok lain menyebutkan Cris John sebagai hero di bidang olahraga. Nah, pas personal hero, benar-benar sangat beragam, dan kelompok yang harus presentasi menunjuk satu orang yang menyebut My hero is my father.

Untukku sendiri, tentu saja my father is my hero, but my personal hero yang juga adalah role modelku adalah Sri Mulyani Indrawati. Iya..beliau...yang menuai kontroversi akhir-akhir ini....yang banyak dihujat sekaligus dikagumi. Nah aku termasuk kelompok yang mengagumi.

Aku ga akan bicara berbelit-belit tentang kebijakan-kebijakan beliau selama jadi Menteri Keuangan. Aku akan bicara tentang kekagumanku terhadap personality beliau.

Aku ga ingat sama sekali siapa Menteri Keuangan ketika aku pertama kali kerja dulu. Kalau ga googling, manalah aku inget. Entah dulu karena posisiku yang masih kroco banget, maka ngomongin Menteri itu ketinggian buatku. Ketemu eselon II aja sesuatu yang luar biasa. Bisa lihat eselon I lewat aja udah bikin terbirit-birit. Manalah aku ingin tau tentang sepak terjang Menteri waktu itu. Sampai diajak omong ama eselon III aja itu sudah luar biasa. Apalagi jamanku baru kerja dulu, birokrasi masih seperti kerajaan, semakin tinggi eselon...semakin tak tersentuh.

Nah, setelah 2 tahun kuliah, balik-balik Menteriku sudah SMI dan ga lama kemudian aku masuk ke level eselon terbawah. Departemen Keuangan sudah reorganisasi dan mulai menata diri. Tapi belum ada reformasi birokrasi. Berada di level terbawah eselon itu merubah lingkunganku. Dan ngomongin Menteri bukan lagi sesuatu yang di awang-awang buatku. Dengan begitu, berkali-kali aku menghadiri forum-forum yang beliau menjadi keynote speaker-nya, dan aku dibuat ternganga setiap kali mendengarkan beliau bicara. Ternganga karena betapa lancar dan detilnya beliau bercerita...ga cuma di kulit saja.. tapi pengetahuannya dalam atas materi yang dibicarakan...dan forum yang kuhadiri itu berbeda-beda pokok bahasannya dan beliau itu bisa bicara detil untuk semuanya....(Sigh...betapa jauh dengan diriku yang serba cetek ini...)

Belum lagi cerita-cerita di balik layar tentang bagaimana peran beliau sebagai ibu. Suatu kali, si bungsu sedang ujian dan si ibu masih harus memimpin rapat pimpinan. Jadi beliau menjanjikan, selepas rapim ini beliau akan menemani si bungsu belajar...di kantor saja..karena sorenya ada rapat yang lain. Dan...voila...rapat bubar dan beliau langsung ganti kostum pake DASTER dan duduk manis di meja menemani si bungsu belajar. Dan ketika ada bawahannya (eselon I) yang lima menit kemudian balik lagi karena ada pertanyaan tambahan, dengan cueknya sang Ibu dengan daster menjawab pertanyaan si pejabat..(si pejabat cukup shock..karena ga ada lima menit dari rapat ditutup tadi dan sang Ibu sudah ganti kostum).

Betapa sang Ibu memikirkan psikologis si anak dengan berganti kostum...bayangin saja jika duduk manis di meja tetep dengan baju kerja dan tampang serius...manalah si bungsu bisa konsentrasi belajar...yang ada adalah intimidasi seorang Menteri Keuangan. Mendengarkan cerita-cerita di balik layar dan membandingkan dengan tampilan beliau di muka umum, benar-benar membuatku terkagum-kagum.

Ketika menjadi panitia sidang tahunan ADB dulu, beliau juga penuh afeksi menyampaikan terima kasihnya kepada kami-kami yang jungkir balik di bawah, dengan menyalami kami satu per satu. Rasanya semua capek, bete dan sebagainya hilang...disapu oleh jabat tangan beliau.

Jadi dengan berbagai personality beliau yang tampak bagiku...berita-berita miring seputar beliau tentang semua kebijakan ekonomi....ga satupun bisa masuk ke telingaku. Lagian aku juga punya argumen sendiri kenapa bail out, yang dulu didukung Anggota Dewan Yang terhormat, harus dilakukan.

Dan ketika pada akhirnya beliau memilih untuk bekerja di Bank Dunia, aku pun mengerti (walau aku kecewa) bahwa itu adalah pilihan pribadi beliau, bahwa beliau sudah merasa cukup. Dan membaca transkrip kuliah umum beliau tentang Kebijakan Publik dan Etika Politik, membenarkan semua dugaanku selama ini. Transkrip itu juga membuka mata dan pikiranku betapa dunia politik itu adalah miniatur panggung sandiwara.. Walaupun ketika melihat dagelan pansus Bank Century sudah membuatku memikirkan kemungkinan untuk jadi GOLPUT untuk pemilu mendatang....(sigh,,,jadi ingat betapa aku menggebu-gebu agar jangan ada golput pas pemilu..). Apalagi dengan membaca transkrip itu....kapan..etika berpolitik jalan di negeriku tercinta ini?....

Jadi Bu Sri......apapun pilihanmu..kau adalah panutanku untuk menjadi Ibu yang penuh kasih sayang... pegawai yang berdedikasi...dan warga negara yang mengabdi kepada bangsanya...

I love you full..Bu Sri

Komentar

  1. fiuuhh...

    itu lah ya. betapa ada banyak sisi dari 1 pribadi. dan betapa terkadang kita hanya menelan mentah2 informasi yg dijejalkan kepada kita tanpa mempertimbangkan bahwa itu semua berasal dari sudut pandang orang lain, yg mungkin andai kita melihat dari sudut pandang kita sendiri.... maka pendapat kita bisa berubah.

    aku pribadi adalah orang yg berusaha keras utk tidak menjadi orang yg prejudis. Tentang SMI ini, aku ga pernah mo komen apa2, ga mau sok tau, krn info yg aku punya aku tau pasti sangat jauh dari memadai.

    satu hal, sumpah salut banget dengan cara dia bersentuhan dg anak, pekerjaan, dan koleganya! semua jempol untuk itu!! b(^^)d

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog