Campur-Campur Selama Mudik

Aku dan Pulang Kampung

Tahun ini aku mudik ke Banyuwangi..ke rumah orang tuaku. Tahun lalu hanya ke Kediri. Bedanya jika mudik ke Banyuwangi, masih bisa transit di Kediri pergi dan pulangnya. Kalau sudah di Kediri, artinya ga akan ke Banyuwangi sama sekali. Tahun lalu si...semua keluargaku yang main ke Kediri. Ga tau bagaimana pengaturan tahun depan. Yang jelas...masa si ga ketemu keluargaku dalam dua tahun...

Aku sudah bingung bagaimana mengatur mudik kami tiap tahunnya. Jika bertahan harus kedua tempat itu setiap kali mudik, yang ada hanya capek di jalan. Kediri Banyuwangi butuh 8 jam perjalanan. Di rumah orang tua paling dapatnya cuma 2 malam saja. Setahun sekali pulang hanya untuk bertemu 2 malam saja.

Maka semenjak tahun lalu kami putuskan satu rumah saja setiap mudik, diawali dengan Kediri dulu. Jadi tahun lalu, kami sama sekali ga pulang ke Banyuwangi. Berpuas-puas kami habiskan tujuh malam di Kediri.

Tahun ini pun kami puaskan tujuh malam di Banyuwangi..termasuk dua hari satu malam jalan-jalan ke Bali. Kami pun masih sempat transit ke Kediri barang 12 jam pergi dan pulangnya. Yang jelas dengan full di satu tempat, bisa muas-muasin silaturahmi ke keluarga besarku...terutama bisa maen 2 kali ke rumah Mbah Putriku.

Tahun depan diurus tahun depan aja deh....toh..keluargaku senang-senang aja diminta maen ke Kediri.


Wisam dan Tante

Ga nyangka banget bahwa Wisam teramat sangat kangen dengan adikku. Kami sampai di Banyuwangi dini hari menjelang sholat Idul Fitri, jadi Wisam dalam keadaan tidur. Pagi-pagi ketika kami sibuk bersiap-siap berangkat sholat, Wisam bangun dalam keadaan kebingungan. Dan ketika dia lihat adikku, langsung yang dituju adalah adikku itu, ayahnya ga dianggap sama sekali. Dan setelah itu Wisam nempel kayak perangko sama Tantenya. Semua-muanya maunya sama Tante....Ayah sudah ga laku lagi.

Maka sorenya adikku meminta agar Wisam bisa ditinggal di Banyuwangi sampai tahun baru nanti. Yang aku tidak sangka juga adalah tanggapan suamiku atas permintaan adikku itu. Walaupun ga saat itu juga dijawab, ternyata malam harinya saat keadaan tenang, suamiku menanyakan kemungkinan permintaan adikku itu. Ini yang bikin surprise, biasanya apapun yang berhubungan dengan Wisam, suamiku sangat protektif sekali. Bukan sekali ini saja, baik orangtuaku maupun mertuaku minta Wisam tinggal dengan mereka barang sebulan dua bulan. Tapi jawaban suamiku adalah tidak, apapun kondisinya. Nah ketika suamiku membuka kemungkinan dengan menanyakan pendapatku, ini adalah hal yang luar biasa.

Setelah melalui berbagai pertimbangan selama kami berada di Banyuwangi, maka pagi hari menjelang kepulangan kami ke Jakarta, suamiku memutuskan bahwa Wisam bisa ditinggal di Banyuwangi. Nanti sekitar akhir Desember atau awal tahun baru, baru diantar balik ke Jakarta.

Jadi saat ini, Wisam ada di Banyuwangi dan aku hanya mengurus dua anak besar saja. Dan Wisam, setiap kali kutelepon...ga ada tanggapan yang luar biasa. Sepertinya dia menikmati tinggal dengan Kakek Nenek dan terutama Tantenya


Detya dan Bali

Setiap kali aku dinas ke Bali, selalu saja ada tato henna di kakiku dan ini membuat Detya ngiri sekali. Dia juga ingin digambari kakinya seperti aku. Jadi ketika kami benar-benar sampai di Bali, tidak bosan-bosannya Detya menanyakan kapan dia bisa dibuatkan tato yang sama. Bahkan ombak Tanah Lot yang berdebur-debur membasahi kami semua, tidak cukup menarik perhatian Detya. Dia ingin segera ditato.

Maka ketika akhirnya bertato, Javas dan Wisampun tidak ketinggalan. Tato beres kami menuju Kuta. Di Kuta, Detya rewel lagi minta dikepang...ga berhenti-henti juga merengek minta dikepang. Perhatiannya teralihkan ketika akhirnya bermain di pantai. Selesai makan, jam sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB artinya di Bali sudah satu jam lebih malam. Aku beralasan bahwa sudah tidak ada tukang kepang lagi, sampai pas jalan menuju parkiran mobil ada ibu-ibu yang menawari kepang. Langsung saja Detya memaksa untuk dikepang, ga peduli hari yang sudah malam.

Dan inilah Detya selama di Bali sampai 3 hari kemudian



Javas dan Belajar

Sampai saat ini, Javas masih belum lancar membaca. Masih harus mengeja satu-satu, jadi kami melakukan berbagai trik agar dia mau berlatih. Dari yang membaca tulisan disepanjang jalan, sampai barter apa yang dia mau dengan membaca. Misalnya dia mau aku menyuapinya makan selama di mobil, maka aku mau melakukannya asal dia membaca sebaris kalimat yang aku tunjukkan.

Tetap saja, cara-cara itu tidak cukup cepat membuat dia lancar membaca. Maka ketika dia mudik duluan bersama Detya dan Bapakku ke Banyuwangi, dia harus berlatih bersama Tante dengan imbalan, dia bisa mendapat mainan yang paling dia inginkan. Adikku berkali-kali telpon dan sms menceritakan betapa susahnya dia meminta Javas berlatih, sampai akhirnya dia mau berlatih di HP qwerty. Lumayan juga, dia cukup antusias tapi ini kan tidak menyelesaikan masalah dia malas menulis. Gurunya sudah berkomentar mengenai susahnya meminta Javas menulis.

Maka mudik kemarin diisi dengan tarik urat Tante dengan Javas untuk berlatih membaca dan menulis.


Suamiku dan Menyetir

Aku salut sekali dengan stamina suamiku ketika menyetir. Dari dulu aku pengennya kami sekeluarga mudik bareng dengan mobil yang sama, daripada anak-anak pulang duluan dengan naik kendaraan umum yang harga tiketnya selangit karena tuslah. Kalau nantipun anak-anak butuh istirahat, biaya menginap di hotel melati di kota-kota kecil sepanjang perjalanan kami, masih lebih murah daripada tiket bus ato kereta apalagi pesawat.

Suamiku ga mau model perjalanan seperti itu, yang harus berhenti berkali-kali untuk istirahat. Suamiku maunya ya sekali nyetir ya jalaaaan terus sampai tiba di tujuan. Kalaupun berhenti ya hanya untuk ke toilet sekalian makan dan sholat, tidak lebih dari satu jam. Atau jika kantuk ga dapat ditahan lagi oleh suamiku, cukup parkir di Pom Bensin barang sejam dua jam maka suamiku akan segar lagi. Istirahat total baru dilakukan jika sudah sampai tujuan.

Kemarin itu kami berangkat selasa malam tanggal 7 September, dan saat itu jalanan sudah sangat padat sehingga kami baru sampai Cirebon keesokan siangnya dan kami akhirnya transit di Kediri hari kamis dini hari jam 03.00. Perjalanan yang normalnya butuh 15 - 17 jam molor jadi 29 jam.

Di Kediri kami hanya transit sampai jam 15.00 sore lanjut ke Banyuwangi. Sampai di Bangil aku mampir dulu ke rumah sahabatku jaman kuliah dulu dan kami berhaha hihi sampai ba'da isya. Ditambah macet karena takbiran maka kami sampai di Banyuwangi pukul 00.30 dini hari.

Lalu selama di banyuwangi, masih suamiku yang nyetirin kesana kemari. Maka aku berpikir untuk meminta adikku yang cowok untuk menemani kami ke Bali, terutama karena dia kerja di bali jadi cukup tau jalanan dan tempat nongkrong di Bali. Disamping itu ya itu tadi, kupikir suamiku sudah cukup capek selama perjalanan mudik, jadi dia bisa santai selama ke Bali. Ternyata suamiku lebih meilih nyetir sendiri, jadi dari Gilimanuk menuju Tanah Lot berlanjut ke Kuta dan malamnya langsung ke Pantai Lovina lewat Bedugul, tanpa banyak kata cukup disetiri sendiri.

Bener deh..saat aku ini jadi PELOR..nemPEL langsung moLOR...suamiku ga henti-hentinya nyetir...

Perjalanan pulangpun tetap dengan pola yang sama...suamiku satu-satunya penyetir dan istirahat hanya secukupnya.


Nenekku dan Gunting Kuku

Beberapa kali Ibuku sempat cerita bahwa nenekku paling ga suka melihat kuku ibuku yang panjang-panjang. Bahkan ketika ibuku tidur, nenekku bisa saja momotong kuku-kuku yang dianggap panjang. Saat Ibuku cerita begitu, aku hanya menanggapinya sambil lalu..masa si..nenekku yang udah 95 tahunan masih bisa melihat dengan jelas?

Ternyata ketajaman mata nenekku terbukti kemarin saat kami berkunjung yang kedua kalinya ke rumah nenek. Karena sudah hari Rabu, maka rumah nenekku tidak crowded lagi dengan tamu-tamu yang berkunjung. Lalu nenekku memeriksa kuku-kuku tangan dan kaki ibuku seperti Bu Guru yang memeriksa kuku muridnya. Dan karena memang sudah panjang, maka langsung saja nenek ambil gunting dan cetak cetik kuku ibuku.

Aku hanya bisa melongo melihatnya.


Ibuku dan Foto Poster

Lebaran tahun lalu saat berkunjung ke Kediri, Ibuku membawakan mertuaku foto poster berukuran 75 x 100 cm...ukuran yang cukup massive dengan gambar bapak dan ibu mertuaku saat pernikahanku dulu. Tidak lupa juga aku dibawakan foto pernikahanku dengan ukuran yang sama. Dan saat kupasang di bagian dapur rumahku..sukses membuat tikus-tikus berkurang kunjungannya ke dapurku......*serius ini*

Ibu bilang bahwa di rumah terpasang semua foto cucu-cucunya dengan ukuran yang sama besarnya. Aku tidak bisa membayangkannya karena memang aku tidak pulang ke Banyuwangi.

Maka saat aku di rumah lebaran ini...aku dibuat melongo lagi dengan poster-poster segede gaban yang menempel di semua bagian rumahku. Ada Nanda keponakanku, ada Bella anak kakakku..belum lagi Detya. Ada foto keluarga kami ketika pertemuan keluarga 2008 dengan seragam merah hatinya. Ada juga foto pernikahan ibuku dulu dan foto ibu bapakku saat mereka berdua masih gemuk segar cantik dan cakep.

Dan aku harus selalu memelototi poster adikku menjelang tidur karena kami menggunakan kamarnya.....



================================================

Rasanya masih banyak yang ingin kukenang-kenang...tapi mungkin lain kali saja





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog