Legenda Banyuwangi



Saya ingin berbagi cerita tentang asal muasal Banyuwangi, kota kelahiran saya. Keinginan saya ini diawali waktu menghadiri pertemuan Halal Bihalal IKAWANGI (Ikatan Keluarga Banyuwangi) yang diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah, tepatnya di Anjungan Jawa Timur. Baru kali itu saya mengikuti acara Halal Bihalal Ikawangi, walaupun telah lama saya dengar bahwa acara ini selalu diadakan di TMII. Saya cukup heran, kenapa diadakan di TMII? Kenapa selalu saja ada Rombongan Budaya dari Banyuwangi langsung yang ikut datang di acara ini?

Rupanya, acara Halal Bihalal ini memang diselenggarakan bersamaan dengan waktu Budaya Banyuwangi dipagelarkan di Anjungan Jawa Timur. Hampir tiap minggu, Anjungan Jawa Timur mengadakan pagelaran budaya yang bergiliran dari semua daerah di Jawa Timur yang bersedia berpartisipasi. Misalnya di bulan Oktober ini, selain Pagelaran Budaya Banyuwangi yang diadakan tanggal 3 Oktober, juga ada Pagelaran Kesenian Madiun pada tanggal 17 Oktober dan Pagelaran Kesenian Pacitan pada tanggal 31 Oktober.

Nah, Pagelaran Budaya Banyuwangi kali ini mengambil tema Upacara Adat “Jelujur Laku Kemanten Adat Using”, Aneka Tari dan Sendratari “Sidopekso – Sritanjung”. Pagelaran ini selain memperagakan adat pernikahan ala Banyuwangi, termasuk pakaian khas pengantin Banyuwangi, juga terdapat sendratari yang menceritakan asal muasal daerah Banyuwangi.

Sungguh saya sangat terhibur dengan berbagai tarian dan lagu-lagu daerah yang ditampilkan di acara itu. Disamping kedatangan yang terlambat, saya juga tidak sempat mencatat nama-nama tariannya, sehingga tidak bisa saya jelaskan detil disini. Ada satu tarian yang dibawakan oleh para laki-laki yang berdandan Gandrung Bayuwangi, dan diakhir tarian ada bagian mereka kembali jadi laki-laki. Sangat menarik sehingga saya pikir tarian ini adalah tarian hermaprodit. Dijelaskan oleh pembawa acaranya bahwa tarian ini memenangkan penghargaan internasional.


Hampir di akhir acara, sebelum “Jelujur Laku Kemanten Adat Using”, ada penampilan Sendratari “Sidopekso – Sritanjung”. Nah, sendratari ini menggambarkan asal kata Banyuwangi. Dikisahkan bahwa Sang Raja sangat menyukai istri Patih Sidopekso sehingga merancang suatu penyakit agar menyerang seluruh rakyatnya. Nah Raja memerintahkan Patih Sidopekso untuk mencari obat yang hanya ada di hutan nun jauh disana dan sangat berbahaya. Maksudnya adalah agar Sidopekso pergi sehingga istrinya, Dewi Sritanjung, bisa didekati. Padahal senyatanya, obat itu tidak pernah ada dan Raja berharap Sidopekso bisa gugur dalam tugas. Maka ketika Sidopekso akhirnya pergi, leluasalah Sang raja menggoda Sritanjung.

Tak disangka-sangka, ternyata Sidopekso bisa kembali dan mendapatkan obat untuk penyakit yang menyebar itu. Agar ulah Raja menggoda Sritanjung tidak diketahui, maka Raja langsung memfitnah bahwa Sritanjunglah yang menggoda dan ingin diperistri Raja. Sidopekso yang termakan fitnah itu, langsung membunuh Sang Raja dan setelah itu menyerang Sritanjung. Sritanjung yang tidak merasa bersalah dan sudah sekarat, akhirnya menceburkan diri di sumber air kotor di dekat rumahnya dan berkata bahwa jika dia tidak bersalah, maka sumber air itu akan berubah jadi jernih dan wangi. Maka saat sumber air itu benar-benar jadi jernih dan wangi, menyesallah Sidopekso sambil terus menerus menggumamkan kata-kata ”banyu wangi...banyu wangi....”(air wangi). Maka itulah asal muasal kata Banyuwangi yang selanjutnya diabadikan menjadi nama daerah itu.



Walaupun saya sangat menikmati sendratari ini, tak urung saya jadi bertanya-tanya. Sepanjang yang saya tahu sejak jaman SD dulu, asal kata Banyuwangi melibatkan cerita tentang Raden Banterang dan Dewi Surati. Cerita itu juga melibatkan ketidakpercayaan pihak laki-laki atas kesetiaan pasangannya. Akhir ceritanya juga sama, Surati menceburkan diri di sungai yang kotor dan berkata bahwa sungai itu akan bersih dan wangi jika dia tidak bersalah. Dan menyesallah Banterang karena sungai akhirnya menjadi wangi.

Karena saya penasaran, maka saya coba cari informasi sana-sini. Dari bertanya ke orang tua, sampai menjelajahi internet. Orang tua saya mengkonfirmasi cerita sendratari itu sesuai dengan yang beliau ketahui, tapi beliau tidak tahu tentang kisah Banterang – Surati. Hasil browsing malah bikin saya bingung, ada satu versi lagi yang saya temukan. Walaupun sama-sama tentang Sidopekso dan Sritanjung, namun detilnya berbeda. Cerita ini melibatkan fitnah dari Ibu Sidopekso yang menyatakan bahwa anak sritanjung bukanlah benih Sidopekso. Bagian akhirnya masih tetap melibatkan sumber air kotor yang berubah jadi wangi.

Pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa, jika bertanya pada penduduk asli Banyuwangi maka cerita Sidopekso – Sritanjung versi sendratari akan lebih banyak dapat konfirmasi. Namun jika mengacu kedekatan lokasi antara Banyuwangi dan Bali, maka cerita tentang Banterang dan Surati lebih menggambarkan kedekatan itu.

Bagi saya pribadi, walaupun cerita Banterang – Surati lebih dulu saya kenal, tapi sebagai Lare Osing, saya lebih menyukai cerita versi sendratari.

Komentar

  1. Saya pernah dengar asal muasal Banyuwangi ...
    Tetapi saya tidak hafal nama tokoh-tokohnya
    yang saya ingat adalah ... (sama seperti Bu Dewi katakan) ...
    Tentang Air yang berubah menjadi wangi setelah ada orang yang menceburkan diri disana untuk membuktikan kesetiaannya

    salam saya Bu Dewi
    (dan terima kasih atas informasinya)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Lebih Lanjut Tentang Diane 35

Food Allergy and Food Hypersensitivity