Menjemput Anak-Anak

Bagiku kegiatan menjemput Detya dan Javas sepulang sekolah selalu menjadi saat yang menarik. Berlomba dengan waktu, untuk menikmati sejenak lari dari rutinitas kantor. kenapa berlomba dengan waktu? Karena kadang-kadang, jika ada rapat jam 2, aku ga bisa bersantai sepenuhnya untuk menjemput dan berbincang dengan mereka. Hanya menjemput dan selalu menghitung mundur anak-anak agar mereka tidak lepas waktu.

Maksudnya begini, Detya dan Javas sangat menikmati waktu sepulang sekolah mereka dan menunggu aku datang menjemput. Mereka bermain-main segala rupa dengan teman-temannya sehingga susah untuk diajak bergegas pulang. Kalau tidak ada agenda lain sih, aku tidak mempermasalahkan menunggu mereka menikmati permainannya barang 10-20 menit. Tetap ga bisa lama-lama. Atau aku yang sengaja datang 15-30 menit lebih lambat dari jam pulang untuk memberi mereka waktu bermain. Namun apabila ada agenda rapat, maka baru datang pun sudah meminta mereka bersiap dalam sepuluh hitungan. Ya, kadang-kadang meminta mereka memilih antara sekarang juga atau dua menit lagi. Tentu saja mereka akan memilih dua menit lagi. Dan jika kurang 30 detik lagi, maka hitung mundur dimulai. Dan mereka akan otomatis bergegas menyesuaikan hitung mundur itu. Tepat dihitungan 1, mereka pun siap dan aku tidak kehilangan banyak waktu.

Andalanku pas menjemput anak-anak adalah ojek yang biasa nongkrong di depan kantor. Dan mereka sudah terbiasa dengan beberapa ibu-ibu yang minta di antar ke Istiqlal. Karena naik ojek yang sudah siap berangkat, maka waktu tercepatku menjemput Detya dan Javas terus langsung mengantar mereka ke penitipan adalah 10 menit. Ya..luar biasa cepat karena sudah memberi peringatan pada anak-anak di pagi hari agar mereka segera bersiap kalau siang nanti kujemput. Chit-chatnya ya selama di motor tukang ojek...tentu saja chit-chat yang tidak berkualitas tapi setidaknya mereka bisa cerita tentang perasaan mereka hari ini.

Bulan-bulan seperti ini, suamiku teramat sangat sibuk, bahkan malam pun selalu lembur dan tiba di rumah selewat tengah malam. Aku sudah memahami kondisi seperti ini sehingga jika tidak benar-benar mendesak, aku tidak meminta suamiku untuk menjemput anak-anak. Namun ada kalanya aku harus rapat di luar kantor sehingga aku sama sekali tidak bisa menjemput anak-anak. Kalau sudah begini, maka mau ga mau harus minta suamiku menjemput. Aku pikir toh suamiku hanya berkutat dengan berkas, tidak menghadapi orang lain sehingga jika disela barang 30-40 menit juga tidak akan mengganggu pekerjaannya.

Masalahnya, ternyata waktu yang dibutuhkan suamiku untuk menjemput selalu tidak kurang dari satu jam. Anak-anak selalu molor di sekolah jika Ayah yang menjemput. Belum lagi proses antara turun ke parkiran kantor dan akhirnya parkir lagi di Istiqlal butuh lebih dari 10 menit. Meminta anak-anak bergegas dan karena ga pernah dikasih batas waktu seperti yang kulakukan, jadi proses yang bikin bete Ayah. Maunya menjemput anak-anak bisa keluar sejenak dari rutinitas, tapi karena anak-anak molor jadi malah bikin Ayah berkeluh kesah. Belum lagi jika sampai di penitipan, anak-anak selalu minta ini itu sama Ayahnya dan Ayah ga bisa menolak. Ini itu maksudnya ya jajanan di depan penitipan anak-anak (yang masjid juga). Intinya adalah jika Ayah yang jemput, maka proses akan berlangsung ribet dan diakhiri dengan Ayah yang cemberut.

Maka suatu pagi saat aku tau bahwa seharian ini aku diluar kantor, aku sampaikan permintaanku agar kalau bisa Ayah yang menjemput. Jawaban suamiku adalah:

"Kalau bisa pekerjaan kecil-kecil seperti ini didelegasikan ke orang lain deh"...

Hmmm...rupanya kami berbeda pendapat tentang urgensi jemput-menjemput ini. Suamiku yang didasari dengan betapa ribetnya saat menjemput anak-anak, menganggap pekerjaan seperti ini merupakan pekerjaan kecil-kecil yang sebaiknya didelegasikan ke orang lain ya misalnya OB kepercayaan di kantor atau siapa lah.... sedangkan bagiku sendiri, saat menjemput seperti ini adalah hiburan sejenak keluar kantor untuk mendengarkan celoteh anak-anak tentang harinya tadi. Memang aku tidak memungkiri betapa ribetnya mereka saat-saat seperti itu, tapi aku bisa mangaturnya seperti yang kuceritakan tadi. Selain pijakan di pagi hari, juga hitung mundur mengatur waktu mereka agar tidak melenceng jauh. Dan jika aku bicara dengan tegas menolak rajukan mereka saat tiba di penitipan, maka semuanya berlangsung aman-aman saja. Lebih banyak senangnya malah.

Dan jika dengan sangat terpaksa kami berdua tidak bisa menjemput, maka aku lebih baik meminta bantuan teman-teman yang lain untuk nitip jemput anak-anakku (sebenarnya spesifik satu orang sih...bantuan Mba Devi dan suami).

Sebenarnya, jika tidak di bulan-bulan ini (september - desember), suamiku juga senang-senang saja tiap hari menjemput anak-anak, walau butuh waktu lebih dari sejam...walau diribeti anak-anak dengan berbagai rajukan dan permintaan. Tetap dengan laporan penuh keluhan tentang perilaku anak-anak, saat kami bertemu di sore sepulang kantor.

Jadi sampai bulan Desember nanti, aku akan berusaha agar Ayah ga perlu menjemput anak-anak. Dan jika aku sendiri tidak bisa...tetap akan minta bantuan orang lain saja daripada Ayah benar-benar menganggap pekerjaan jemput menjemput ini hanya pekerjaan kecil yang bisa didelegasikan ke orang lain...

Komentar

  1. Wah ...
    memerlukan seni tersendiri ya Bu untuk melakukannya ...

    Bagi saya menjemput anak adalah suatu hal yang menyenangkan ... mungkin karena kondisinya berbeda ...
    saya pernah waktu cuti menjemput anak-anak ... and yes indeed ... waktu nya rada sedikit molor ... karena biasanya adaaaa aja yang mereka lakukan entah bermain dulu bersama teman atau jajan ...

    salam saya bu ...

    BalasHapus
  2. inilah yg saya maksud seorang ibu itu amazing sekali perannya (tanpa mengecilkan peran ayah lho ya)... karena perempuan itu memang dianugerahi sifat 'multi-tasking'.

    Hal2 'kecil', hal2 besar, semua ditangani sekaligus seolah punya seribu tangan dan seribu otak. Yg mungkin buat seorang lelaki bisa bikin dia kewalahan.

    aku salut Mbak Dew nggak menyepelekan waktu yg mungkin 'hanya' sekian menit, krn tidak ingin kehilangan momen2 berharga. SALUT!!

    BalasHapus
  3. iya ya mbak...lagi musim sibuk semua...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog