Dompet, Nakas, Mobil dan Ventolin

Akhir-akhir ini, asmaku kambuh semakin parah dan tak kenal waktu. Semalaman ketika tidur, aku bisa bangun 2-3 kali dengan sesak nafas yang tiba-tiba dan akhirnya perlu semprotan Ventolin. Itu baru malam hari ketika tidur, bagaimana kalau saat siang atau saat terjaga?

Setidaknya, bisa butuh 7-8 kali semprotan total 24 jam. Aku tau, sudah waktunya aku ke dokter lagi menyelesaikan masalah ini. Tapi membayangkan apa saja yang akan dokter katakan, membuatku sedikit pesimis. Capek dengerin hal yang sama berulang-ulang. Ah...tetap aku harus segera ke dokter.

Beberapa waktu lalu, suamiku cerita kalau orang yang ngontrak rumah kami di Kediri, ditemukan meninggal dalam keadaan meringkuk dengan menggenggam ventolin. Rupanya beliau mendapat serangan asma yang tidak sempat tertolong, walau ventolin sudah dalam genggaman. Sebelum itu, ada teman yang cerita hampir serupa tentang seorang perempuan yang meninggal karena serangan asma yang tak tertolong.

Mendengar itu, Detya langsung ketakutan. Dia minta aku agar jangan lepas dari ventolin dimanapun aku berada. Ah, anakku sayang...dengar cerita-cerita itu membuat dia sangat mengkhawatirkanku. Dia pernah melihatku dalam keadaan serangan tanpa pegang ventolin sama sekali, untung suamiku langsung bergegas ke mobil. Jadi dia bisa membayangkan bagaimana jadinya jika ga ada yang membantu mengambilkan ventolin.

Sebenarnya untuk menyiasati itu, aku sudah menyiapkan ventolin di lokasi tertentu. Satu di mobil, satu di nakas dekat tempat tidur (bukan nakas sebenarnya, hanya satu spot dekat tempat tidur) dan di tas yang kubawa sehari-hari. Karena tas tidak selalu kubawa kemana-mana, maka aku sengaja mencari dompet yang cukup besar untuk bisa dimuati ventolin.

Jadi disemua lokasi sudah tersedia ventolin. Itu cukup mengurangi kekhawatiran Detya. Namun ternyata, seiring waktu, ventolin di mobil yang paling utuh sehingga ketika ventolin di dompet habis maka yang di mobil itu jadi ke dompet dan yang di dekat tempat tidur sering berpindah tempat tergantung posisiku saat itu ada dimana. Pada akhirnya, dompet, mobil dan nakas jadi tidak beraturan lagi.

Sabtu minggu lalu adalah saat terburuk dari semua seranganku. Karena libur panjang, maka ventolin yang di dompet posisinya jadi berubah entah dimana. Untungnya ventolin yang di rumah sempat berpindah di mobil. Nah, malam minggu itu aku menghadiri kondangan anak mantan bosku. Karena suamiku pulang kampung bareng Wisam, maka aku minta bantuan sopir tembakan untuk ngantar ke kondangan bareng anak-anak.

Suasana kondangan sangat ramai sehingga perlu antrian sangat panjang untuk bisa ngucapin selamat kepada mempelai dan orang tua. Karena terlalu panjang aku putuskan untuk mencoba berbagai pilihan makanan, lalu mulai ikut antri. Antriannya ada 4 lajur yang mengular sampai di pintu masuk gedung. Suasana sesak itu membuatku merasa sesak. Ketika kulihat di dompet, ternyata ga ada ventolin sama sekali. Kucoba tenang karena panik bikin sesakku tambah parah.

Ternyata sesak itu semakin hebat sampai ketika giliranku salaman, keringan dingin sudah mulai keluar dan aku hanya bisa tersenyum, gabisa bicara sama sekali. Setelah menyempatkan diri sms ke pak sopir, maka aku menunggu di lobi. Sesakku tambah hebat dan keringat dingin sudah membuat rambutku basah kuyup. Pak sopir belum datang juga. Rasanya sekelilingku semakin berputar dan aku semakin susah menarik nafas. Total dari awal serangan sampai akhirnya aku bisa mencapai ventolin di mobil sekitar 38 menit. Dalam waktu itu rasanya sungguh tersiksa dan ketika berlari masuk ke mobilpun, terasa semakin berputar. Perlu 4 kali semprotan sampai akhirnya aku bisa bernafas dengan baik....dan kepalaku terasa pusing luar biasa karena oksigen bisa leluasa masuk ke otak.

Detya kelihatan jauh lebih panik daripada aku karena dia tidak bisa melakukan apa-apa. Dan ketika semuanya usai, dengan pelan dia berkata : "Bunda..jangan lupa lagi bawa ventolin ya.."

Ketika aku selesai cerita ke suamiku, beliau juga berpesan agar aku berusaha keras untuk tidak melupakan ventolin disisiku karena hanya aku sendiri yang bisa bereaksi cepat sedangkan orang lain hanya bisa menatap putus asa karena gabisa membantu sama sekali.

Aku sendiri? Baru kali itu aku meneteskan airmata setelah mengalami serangan karena aku jadi bisa membayangkan betapa tersiksanya dua orang yang aku ceritakan di atas itu ketika akhirnya meninggal.

Jadi aku mulai membenahi lagi lokasi ventolin yang sudah kuantisipasi...Dompet, Nakas dan Mobil..

Ah..seandainya ada ventolin kecil yang bisa kukalungkan di leherku....

Komentar

  1. semoga ga lupa membawa ventolin lagi ya. tapi aku harap sih asmanya akan jarang kambuh mbak

    BalasHapus
  2. Huaaaa mbaaakkkkkyuuuuu aku nangis bombay kiy bacanya!!!

    Pokoknya mbak, kalo perlu dikalungin aja (ada yg kecil kan mbak...)

    hiks...trauma aku ambek cerita gini...
    jangan nonton bioskop, temenku ada yg meninggal juga hbs nonton ;(

    Jaga kondisi beneran mbakyu...

    Devi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog