Naik Motor

Sebenarnya kalau hanya sekedar naik motor, dari jaman SMP dulu aku sudah cukup lancar, SMA pun sudah punya SIM C pas saat berumur 17 tahun. Naik motornya pun cukup lancar cenderung nekat. Alhamdulillah, walaupun nekat tidak ada hal buruk yang terjadi kecuali pernah jatuh gara-gara ada benang layangan putus yang melintang di jalanan dan tidak terlihat sama sekali yang akhirnya pas mengenai leherku. Untung saja waktu itu aku sedang berjalan pelan sambil cekikikan dengan teman yang kubonceng. Jadinya leherku hanya lecet agak dalam setengah leher dan jatuhnya hanya gabruk ringan saja.

Efeknya adalah setelah itu aku ga berani bolos kursus lagi, takut kualat sama yang bayarin les :D

Beberapa waktu lalu aku nonton tayangan di tv kabel tentang "1000 Ways To Die" yang salah satunya adalah tentang pembuluh darah di leher yang sangat sensitif, yang apabila terkoyak maka dalam waktu lima menit akan segera bleeding to death dan ga ada lagi yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan korban. Waaaaah...setelah itu aku merasa sangat-sangat beruntung bahwa waktu kejadian benang layangan itu aku dalam keadaan nyetir santai cenderung pelan sehingga benang itu hanya sedikit menggores leherku....

What if at that time I drove my motorcycle very fast like I used to... Alhamdulillah Ya Allah....


OK..balik lagi ke masalah naik motor...setelah melahirkan Detya...tiba-tiba saja nyali untuk naik motor hilang entah kemana. Seluruh tubuhku jadi lemas ketakutan ketika bersiap-siap naik motor. Dan memang, selama keluar dari Banyuwangi, aku sudah jarang naik motor sehingga nyali itu sepertinya perlahan-lahan hilang sampai akhirnya habis sama sekali ketika Detya lahir.

Apalagi lalu lintas Jakarta sungguh mengerikan, maka ketakutanku semakin bertambah. Pada akhirnya, sekarang-sekarang ini aku hanya berani naik motor keliling kompleks saja. Pernah mencoba untuk keluar komplek yang berakhir hanya berani belok ke arah kiri. Itupun dengan jalan pelan di lajur paling kiri ditambah deg-degan ga karuan.

Sampai akhirnya long weekend kemaren...anak-anak ternyata tidak libur pas hari Jumat kejepit itu. Suamiku sendiri harus pulang kampung bersama Wisam karena harus mengurus perpanjangan SIM. Akhirnya, setelah memperhitungkan biaya taksi yang harus bolak balik dan pasti berat di ongkos, aku memutuskan untuk menitipkan anak-anak agar bareng temannya yang tinggal di Kebun Jeruk. Aku sendiri tinggal di Ciledug, jadi Ciledug - Kebun Jeruk tidaklah begitu jauh.

Masih saja berhitung bahwa taksi bolak-balik ke Kebun Jeruk pagi dan siang masih terasa berat, sehingga dengan nekat, aku beranikan naik motor ke Kebun Jeruk itu. Diawali dengan pada hari Kamis keluar kompleks untuk belajar belok kanan, maka jumat pagi itu aku sukses mengantar anak-anak ke Kebun Jeruk (walau tidak berani sampai di rumahnya langsung) dan akhirnya menunggu di dekat lampu merah. Jalanan masih agak sepi sehingga tidak terasa mengerikan. Baru setelah arah balik ke Ciledug, lalu lintas sudah mulai padat sehingga naik motornya dengan agak grogi.

Alhamdulillah...pada akhirnya perjalanan pulang bisa terselesaikan dan jemput pas sore harinya juga lancar semuanya. Hikmah hari itu adalah bahwa ketakutan itu memang hanya ada di otak, dan ketika sudah bisa menjinakkan rasa takut itu, Allah akan membantu memudahkan hal-hal lainnya.

Jadi perjalanan kepepet ngantar anak-anak itu ternyata bisa menumbuhkan rasa percaya diriku dan mengurangi ketakutanku secara cukup signifikan.

Langkah selanjutnya adalah semakin sering berlatih naik motor keluar kompleks untuk memudahkan jika nanti mulai belajar nyetir mobil....wish me luck...

Komentar

  1. justru setelah punya anak nyali naik motorku semakin nambah :) tapi belum punya SIM

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog