Kilas Balik

Dari awal tahun kemarin terasa sesak di dada karena muncul kilas balik kejadian tahun lalu.  Saat-saat pertama gusi berdarah yang bikin demam dan tak bisa menikmati liburan akhir tahun.

Gusi berdarah yang ternyata adalah salah satu tanda leukimia.

Alhamdulillah akhir tahun 2018 sampai awal 2019, aku dan anak-anak fokus beribadah sehingga, ingatan-ingatan kilas balik itu bisa sedikit ditekan.

Balik dari ibadah, mulai kesulitan lagi menekan ingatan, karena tentu saja teringat kejadian-kejadian tertentu.
Misalnya saat pertama hasil medical check up keluar, betapa kami kebingungan bacanya.  Semua indikator yang ingin kami ketahui, tidak sesuai dengan rumusan yang kami tau.

Saat-saat ingatan itu muncul, benar-benar bikin baper.  Sampai ketika ada info viral via WA tentang kebutuhan donor trombosit seseorang yang didiagnosa ALL, bikin aku langsung ngojek ke Dharmais, bahkan ketika kondisi sedang gerimis.

Aku sama sekali ga konfirmasi dulu via telpon mengenai kedaruratan kebutuhan donornya.  Aku hanya teringat, bahkan sampai beliau meninggal, trombopheresis tidak tersedia karena susah nyari donornya.

Tapi aku tidak menyesali kabaperanku itu, karena walau ditolak, aku dapat info mengenai Apheresis Squad. Dan akhirnya cita-cita jadi pedonor apheresis bisa terlaksana 

Dan minggu lalu, kebaperan semakin memuncak karena sudah menjelang Pendak Pisan.  FYI, dari awal beliau meninggal dulu, pengajian buat beliau hanya dilakukan pas hari pemakaman saja.  Butuh mental yang kuat untuk tidak mengikuti tradisi 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, pendak pisan, pendak pindo dan 1000 hari.

Kami dulu sering diskusi mengenai hal-hal seperti ini.  Dan dari yang aku tangkap, beliau setuju jika kita tidak harus mengikuti tradisi itu, tapi kita tetap harus menghormati jika orang tua masih ingin seperti itu.  Maka aku, dan disetujui anak-anak, tidak mengikuti urutan itu.

Bagi kami, doa dari anak-anak adalah amalan penyambung yang paling utama dan kami fokus pada hal itu.

Tapi takbisa dipungkiri, bahwa aku masih memikirkan perasaan saudara-saudara almarhum.  Walaupun saudara sekandung menerima keputusan kami, ada saudara-saudara lain yang sempat secara khusus menyinggung hal ini.  Jadi ketika tiba waktunya pendak pisan, aku jadi semakin baper.

Untungnya Si Sulung sangat membantuku. Di kesibukan sekolah dan les, tapi masih sempat menanggapi kebaperan bundanya.

Aku hanya ingin Sulung meletakkan bunga favorit kami berdua di makam ayahnya.

Dulu, Februari ini bulan yang kami tunggu-tunggu.  Kami biasa memasang sprei kesayangan (yang hanya dipasang sekali setahun) dan meletakkan bunga favorit di kamar.  Dua tahun terakhir (2017 dan 2018), aku bikin hitungan mundur di medsos disertai foto-foto keluarga/berdua atau slideshow anak-anak.  Ya...bulan Februari adalah anniversary kami... dan sekarang adalah bulan duka kami.

Maka ketika Sulung kemarin bisa melaksanakan permintaanku itu, aku tidak dapat menahan kebaperanku.


Sedap Malam...iya..itu bunga favorit kami.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog