Be Patient (2)

Enam tahun lalu menulis ini, Be Patient

Kupikir tulisan itu bakal sekali aja muncul dan gaakan disinggung lagi.

Kupikir, definisi bersabar itu ketika cobaan berat itu muncul pertama kali dan kita berharap (dan merasa yakin) bahwa cobaan sejenis gaakan kita alami lagi.

Aku saluut benar dengan adik kesayanganku ini.  Setelah kehilangan anak pertamanya, tak sekalipun keluhan atau penyesalan keluar dari mulutnya.  Aku cuma baca, doa-doa dia di hari ulang tahun Diya setiap tahun. Doa-doa yang baik yang menunjukkan keikhlasan sekeluarga.

Ketika akhirnya ada Nafis yang bisa dijadikan tumpuan kesayangan, doa untuk Diya tetap dipanjatkan.

Jadi ketika aku akhirnya juga mengalami kehilangan serupa, aku berusaha keras untuk menutup mulutku menghindari mengeluh.  Berusaha sekuat mungkin untuk bisa ikhlas dan bersabar.

Jadi ingat, pagi itu ketika diputuskan harus masuk ICU, tak henti-hentinya memotivasi anak-anak untuk siap dengan semua kemungkinan. Sebenarnya apa yg aku sampaikan ke anak-anak adalah mantra yang ingin aku yakinkan ke diriku sendiri.

Eniwei, setelah itu, pikiran ini suka berkelebat kesana kemari yang kayaknya lebih cepat dari kecepatan cahaya. Saking bingungnya nentuin banyak hal setelah itu, rasanya pengen mempermudah anak-anak kalau nanti mereka di posisi yang sama.  Kalau meninggal, dimakamkan dimana, bagaimana ngurus semua dokumen biar urusan lain jadi lebih mudah, apa saja aset yg dipunya dan kalau mau nanya, siapa kontak yg bisa dihubungi. Nambah proteksi biar nanti anak-anak tetap keurus.Pensiun janda/anak nilainya kicil banget yang rasanya ga bakal cukup buat bayar spp bulanan, apalagi untuk biaya hidup di Jakarta.

Waktu itu paniknya luar biasa karena ga pengen anak-anak kesusahan seperti yang aku rasakan. Sampai Bapak ngingetin aku agar jalani saja hidupmu ini, kalau nanti sudah waktunya dipanggil Allah, biarkan yang hidup yang ngurusi. Pasti akan beres, gausah kawatir atas apa yang kamu ga bisa kontrol.  Semuanya akan dipermudah.

Pelan-pelan, bisa lebih tenang dalam menghadapi hidup.  Terus sempat kepikirian juga, masak siii..anak-anak akan diberi cobaan yang sejenis yang bisa membuat mereka jadi yatim piatu...masak sii aku diberi cobaan kehilangan lagi, abis suami..ntar bakal kehilangan anak.  masaaak sii...  Tau kan pikiran itu kelebatannya seperti cahaya..cepat banget kemana-mana.  Sombong sekali jika aku berpikir seperti itu, karena ga lama setelah berpikir seperti itu, nemu cuitan di twitter, tentang anak yg berturut-turut kehilangan kedua orang tuanya, tentang satu anak, yg dalam seketika kehilangan ayah, ibu dan saudara-saudaranya.  Jadi berusaha sekeras mungkin  untuk tidak berpikir yang seakan-akan mempertanyaakan takdir Allah.  Pokoknya pertahankan saja ketenangan hati dan keikhlasan atas semua takdir Allah SWT.

Ya sudaah..kata kuncinya IKHLAS...IKHLAS...IKHLAS.

Sampai pagi itu tanggal 30 Januari 2021, aku sedang ikut satu ujian sertifikasi. Seminggu sebelumnya sudah ga enak makan, ga nyenyak tidur, banyak mimpi buruk menjelang ujian.  15 menit sebelum sesi pertama selesai, si Bungsu berbisik kalau adik kesayanganku pagi tadi harus operasi sesar. Gaada info tambahan apa apa.  Tapi aku tau ini berita yang mencemaskan. Aku tau bahwa adiknya Nafis ini seharusnya lahir pertengahan Maret, jadi kalau terpaksa sesar sekarang, kondisinya pasti prematur.

Maka 15 menit terakhir itu ngerjain soal sudah gabisa tenang, pengen banget langsung submit dan telpon ke Banyuwangi.  Dan ketika aku bener bisa memastikan beritanya, betapa hancur hatiku karena rupanya bayi cantik AULIA NAFISAH, harus menemani Kak Diya di surga Allah SWT.

Dan betapa egoisnya aku, karena semua rasa yang terpendam selama ini mendadak muncul kembali...kok bisa..kok bisa..kok bisa..

Aku merasa sangat-sangat egois, karena yang kehilangan berturut-turut gini adikku...bukan aku...kenapa aku yang ga terima..kenapa aku yang harus mempertanyakan takdir Allah SWT.

Sungguh aku harus lebih banyak memperkuat dan mempertebal imanku.


PS.
Dari akhir tahun lalu sudah berusaha menenangkan diri untuk bisa mengingat semua momen dengan senyum...

Dan memasuki Februari ini aku kok merasa gagal..



Komentar

  1. Mba Deeeeww, apa kabar?? Ya Allah kangennya. Ga nyangka mba masih aktif nge-blog, salut bgt :)

    Aku ikut bersimpati ya utk kejadian yg menimpa adik mba, semoga semua Allah kuatkan.

    Ini baru baca 1-2 postingan, rencana mo marathon baca blog mba Dewi, tp udh tengah malem, smoga besok bisa, biar tuntas rindunya, hehe.. Semoga sehat selalu ya mba-ku dan anak² ^_^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog