Mandiri dan.....Sejahtera

Kekhawatiran utama sebagai orang tua itu adalah, apakah nanti anak-anak bisa mandiri?

Terus terang saja, kalau ada teman, saudara atau kenalan yang punya anak dewasa tapi ternyata masih menggantungkan diri sama orang tua, itu bikin hati deg-degan ga karuan.

Apalagi zaman sekarang pekerjaan susah dicari, ataupun kalau ada belum tentu penghasilannya mencukupi untuk kebutuhan sendiri.

Jangan jauh-jauh deh, aku mengalami dan mengamati sendiri bagaimana adik-adikku berusaha mandiri.  Bagaimana orang tuaku berusaha keras agar semua anak-anaknya mandiri.

Jadi tentu saja, setiap kali memikirkan bagaimana anak-anakku ketika dewasa nanti, perasaanku selalu cemas.  Ya memang, tugas orang tua hanya bisa membekali ilmu dan ketrampilan buat anak-anaknya.  Namun dengan posisi sebagai orang tua tunggal gini aku sungguh khawatir gabisa memberikan bekal terbaik, gabisa mengasah ketrampilan dasar mereka. Dan ujung-ujungnya, apakah nanti bisa mengantarkan anak-anak untuk bisa mandiri.

Apalagi kalau memikirkan si Bungsu, hati ini sungguh merasa susah.  Bungsu ini sangat pendiam, suaranya lembut dan jarang bicara. Aku kesusahan mengerti apa yang dia rasakan dan pikirkan, ya terutama karena dia terbiasa diam.  Sulung sungguh sangat ekspresif, sehingga apapun suasana hati dan perasaannya aku bisa mengerti.  Tengah sangat eksplosif sehingga aku berusaha menjaga moodnya agar stabil.  Nah Bungsu ini, harus dikorek-korek sangat dalam untuk bisa memahami hanya permukaan perasaannya saja.

Kepada Tengah, harapanku kugantung cukup tinggi.  Aku berharap dan selalu aku sampaikan bahwa bagaimanapun, dia adalah anak laki-laki pertama, jadi ya harapan agar paling tidak dia bisa menggantikan sedikit posisi Ayahnya, jadi sangat tinggi.

Kuberharap dia bisa melakukan hal-hal dasar terkait rumah, yaaa sejenis masang lampu, mbenerin atap yg bocor, ngecek pompa dan tandon air jika ada masalah, ngganti filter air minum, jika motor bermasalah dia bisa cari solusi, bisa nyetir kendaraan atau masang-masang dan mbenerin apapun yang skala kecil.  Selama ini dia bisa menyelesaikan dengan baik, namun moodnya yang naik turun sering bikin elus dada. Kadang dia protes, hal-hal begini apa dia saja yang harus mengerjakan.  Lalu aku selalu mengingatkan bahwa tugas dia juga untuk mendampingi adiknya punya ketrampilan dasar.

Sebenarnya ketika aku bilang seperti itu, aku merasakan bahwa dia ingin protes berat, kenapa dia harus bertanggung jawab atas si Bungsu.   Tapi tak pernah dia ucapkan itu di depanku, cuman kadang teriakan frustasinya yang cukup keras di kamarnya, bisa aku dengarkan dan pahami.

Ya, aku sadar, bukan kewajiban dia untuk mastiin adiknya juga mandiri.  Ini harapanku saja.  Maka hatiku mulai tersayat-sayat lagi.  

Maka tiap saat aku hanya bisa berdoa, jadikanlan anak-anakku orang-orang yang sabar, lembut hatinya, jujur dan bertanggung jawab.  Jadikanlah anak-anakku orang-orang yang mandiri dan teguh pendiriannya.


Namun ternyata mandiri saja menurutku masih belum cukup.  Diskusi dengan seorang teman, membuka pikiranku bahwa mandiri saja masih belum cukup.  Aku amati, ketika sudah bisa mandiri, perlu juga memastikan bahwa hidup mereka harus juga sejahtera.  Jangan sampai hidupnya berjalan dari penghasilan bulan ke bulan, jangan sampai untuk bayar tagihan bulan depan, mereka harus jungkir balik memikirkannya.   Maka doaku aku sesuaikan lagi:

Jadikanlan anak-anakku orang-orang yang sabar, lembut hatinya, jujur dan bertanggung jawab dan jadikanlah anak-anakku orang-orang yang mandiri dan sejahtera sert orang-orang yang teguh pendiriannya.

Aamiiin ya rabbal alamiin

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog