Keputusan Akhir Adikku

Aku pernah cerita tentang ketergantunganku pada adik terkecilku ini...dan ternyata walaupun kejadiannya berbeda, akan terjadi juga saat dimana adikku punya keputusan sendiri sehingga harus memisahkan diri dariku.

Minggu lalu saat aku menunggu suamiku selesai futsal, iseng2 aku buka fesbuk dan tiba-tiba adikku menyapa dengan sapaan andalannya..."Mboook..."...yah...percakapan terus dilanjutkan dalam bahasa daerah kami, bahasa OSING....(sungguh susah menuliskan bahasa daerahku itu dalam bentuk tulisan...)

Adikku cerita bahwa dia sedang bingung dalam membuat keputusan. Beberapa waktu lalu dia cerita bahwa dia ingin melanjutkan PGSDnya (Pendidikan Guru SD), yang saat ini di level D2, menjadi S1. Dia sudah cari2 info dan ada satu universitas swasta yang bisa menerima nilai-nilai yang sudah dia terima di D2nya itu..jadi dia ga harus ngulang dari awal..(apa siy istilahnya..?..). Waktu itu dia juga nyinggung-nyinggung masalah kembali ke Banyuwangi dan ngajar disana, terus ngelanjutin S1-nya di IKIP....(tapi untuk opsi ini dia ngerasa berat ninggalin aku sendiri disini...)

Nah...dalam chatting itu dia mulai bingung lagi, karena dia sungguh tidak tega dengan ibu bapakku yang sudah lanjut usia dan sering sakit-sakitan. Mereka ga ada yang ngerawat dan menjaga. Walaupun ada kakak dan adikku yang lain, tapi mereka kan laki-laki...kurang care dengan hal beginian..dan tentu saja ipar-iparku juga ga akan setelaten anak sendiri jika merawat orang tuaku. Aku ngerti alasan dia..dan aku juga sangat paham bahwa dia butuh untuk berdiri sendiri tanpa aku ada dibelakang dia.

Maka aku pastiin lagi padanya, bahwa jangan karena ga tega ama aku maka sangat mempengaruhi keputusannya... (nah ketika aku bilang ini, dia bilang ga tahan untuk ga mewek...hiks...demikian juga aku..) Iya sih..aku sangat tergantung sama adikku ini. Pagi hari ketika ribet preparation untuk berangkat ke kantor/sekolah anak-anak, dia bantu aku dalam nyiapin baju anak-anak dan nemenin mereka mandi, mastiin barang-barang sudah masuk mobil semua, jangan sampe ada yang ketinggalan. Sedang aku sendiri, bangun paling awal untuk nyiapin sarapan dan bekal mereka, mastiin apa-apa yang harus dibawa dan nemeni mereka ganti baju. Saat di pagi hari itu yang ribet banget karena bagaimanapun memotivasi anak-anak untuk cepat bangun dan bersiap di usia itu perlu usaha ekstra...

Jadi aku katakan pada adikku bahwa, bagaimanapun mereka anak-anakku dan adalah tugasku sepenuhnya untuk melakukan semua yang sekarang ini kami kerjakan bersama. Aku hanya minta dia untuk memastikan agenda dia saat pulang nanti, apa yang akan dia kerjaan, bagaimana kesempatan dapat penghasilan dari apa yang dia lakukan dan sebagainya. Jika semuanya beres, maka bulatkan saja tekat untuk pulang kampung.

Tadi pagi, secara ga sengaja, pembicaraan kami sambil nyiapin rutinitas pagi adalah tentang hal ini. Adikku sudah memutuskan akan pulang kampung. Dia sudah berkoordinasi dengan temannya, yang biasa ngasih privat anak-anak sekolah, untuk berbagi pekerjaan ngelesin. Setelah itu, dia akan mulai nabung untuk daftar S1 di IKIP. Jadi cita-citanya untuk ngerawat orang tuaku akan bisa dilaksanakan dan dia tetep dapat menjalankan rencana sekolahnya...

Bagaimana dengan aku? Tentu saja aku akan mendukung semua keputusannya dan aku konsisten dengan apa yang aku ucapkan buat adikku...

Mereka anak-anakku dan tentu saja tanggung jawabku sendiri untuk membesarkan mereka (Mbak Devi selalu bilang bahwa pasti ada jalan keluar untuk masalah ketakutanku bahwa tanpa adikku aku ga bisa ngatasi anak-anak)

So...My Sis...Luv U..always...and thanks for everything...

Komentar

  1. HHmmm ...
    sebuah ikatan persaudaraan yang sangat mengharukan ...

    Trainer hanya bisa berdoa ...
    Semoga semua di beri petunjuk jalan yang terbaik ...
    Untuk semuanya ...

    Salam saya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog