Kelanjutan Parenting Class

Rabu sore lalu, ada Parenting Class lagi...cuman yang bikin bertanya-tanya..kok undangannya ditujukan untuk kelas A3 dan B3 bersama-sama? Eniwei...dengan semangat 45, aku datang, karena kupikir kita bakal sharing tentang apa yang telah terjadi ketika solusi awal dilaksanakan.

Sebelumnya, Javas cerita bahwa mulai minggu lalu dia mengalami perubahan kelas. Aku jadi bertanya-tanya, bagaimana dengan parenting class yang sebelumnya dilaksanakan? apakah berhenti begitu saja? apa bakal ada parenting class yang baru? apa alasan dibalik perubahan kelas ini? Bagaimana kelanjutan treatment Javas di sekolah? Banyak pertanyaan muter-muter di otakku tapi belum bisa terjawab. Sempat berpapasan dengan Bu Guru, dan beliau bilang akan dijelaskan kemudian..walau sedikit memberi clue bahwa sesuai kematangan emosi dan umur maka diadakan perubahan kelas.

Pertemuan rabu lalu itu menjawab semua pertanyaanku. Bahwa pertemuan ini dilakukan untuk penutup atas parenting class yang awal dan akan ada parenting class baru sesuai pembagian kelas yang sekarang.

Perubahan kelas dilakukan karena terdapat beberapa anak-anak kelompok B3 yang dinilai sudah lebih matang dibanding teman yang lain sehingga akan lebih baik jika dia bergabung dengan temannya yang lain. Guru Kelas yang baru sudah diserahi catatan khusus tentang si anak agar treatment sebelumnya tetap berlanjut untuk lebih memancing kreatifitas si anak. Beberapa anak yang masih dianggap perlu perhatian khusus tetap dibawah pengawasan Guru Kelas B3, sedangkan anak-anak lain yang bergabung di B3 merupakan anak-anak yang sudah sangat matang sehingga tidak akan terpengaruh dengan apa yang dilakukan anak-anak B3 awal. Intinya perombakan ini sudah melalui penilaian yang matang dari Tim Guru, sehingga dengan kondisi yang baru ini target pembelajaran bisa cepat tercapai..(you know lah...apa yang diinginkan orangtua TK B....termasuk aku juga... hehehehe...anaknya bisa membaca dan berhitung!!...terutama yang merencanakan untuk SD di luar Istiqlal)

Sigh...walau aku selalu membandingkan pencapaian anak-anakku dengan diriku sendiri di umur yang sama...tetap saja tuntutan lingkungan membuatku lebih menggenjot anak-anak agar jangan terlalu jauh dengan standar umum. OK..aku bisa baca pas akhir kelas satu dulu...tapi apa aku bakal tahan kalau semua orang tanya: 'Anakmu udah bisa baca belum?'...makanya sedapat mungkin melatih anak membaca..walaupun berusaha se-fun mungkin...jangan sampe anak merasa terpaksa dan tertekan.

Back to the topic. Dalam pertemuan itu Bu Guru juga menyampaikan bahwa ada sebagian orangtua yang khawatir ketika anaknya masuk ke kelompok yang diwalikelasi (idih bahasaku kok aneh gini) oleh Bu Guru karena di luaran dikenal bahwa kelompok yang ada 3-nya itu kelompoknya anak-anak nakal...Hah...APA?..anakku dianggap anak nakal....(iihh...itulah hasil ketidaksempurnaan informasi...bisa bikin salah ambil kesimpulan...bahkan yang sudah dapat informasi lengkap saja sering salah ambil kesimpulan...bagaimana dengan orang yang tau cuma sedikit sedikit tapi malah menyebarkan info berdasar interpretasinya sendiri...makanya daripada tanya ke orang lain yang belum tentu tau info yang lengkap mending konfirm langsung aja deh ama Bu Guru)

Makanya sekarang ini nama kelas diganti dengan nama-nama pejuang Islam jaman Rasulullah dulu untuk menghapus kesan itu. Dan perlu dijelaskan juga bahwa kelas A3 dan B3 dulu itu merupakan kumpulan anak-anak yang belum matang sosial emosinya...bukan karena nakal...ada yang super pendiem...(seperti anakku) dan super aktif (yang seringkali ga bisa mengontrol motoriknya sehingga dianggap tukang pukul). Jadi, kami sendiri memahami bahwa anak-anak kami bukan anak nakal...(jauuuh deh dari nakal)...tapi spesial....(ya...bisa disebut special need...walau bukan autis maupun hiperaktif).

OK..Javas dianggap sudah cukup matang, jadi bisa dilepas ke pengawasan guru yang lain dan sesuai selang umurnya (sudah lebih 5 tahun 6 bulan) maka dia masuk kelompok B Al Arqam...hmmmm...aku pribadi lebih memilih agar Javas tetap dalam pengawasan guru kelas yang awal...(karena beliau senior...pengalaman banyak...komunikatif....enak diajak ngobrol.....sekarang lagi kuliah dan ilmu-ilmu barunya banyak buat ngadepi anak-anak setipe Javas...wew...jadi ngiri ama ibu-ibu laen yang anaknya tetep dipegang Bu Guru ini...)

Eniwei...aku bersyukur anakku dinilai sudah cukup matang sosial emosinya dan sepanjang diskusiku dengan Javas dua minggu ini, dia tidak mengalami masalah apa-apa dengan perubahan kelompok ini. Beda dengan kelompok A3 yang anak-anaknya sampai ada yang mogok sekolah karena groupingnya sangat-sangat kuat dan mereka jadi resisten dengan kelas yang baru. Padahal mekanisme perubahannya sudah dilakukan bertahap dan kedekatan emosi antar teman juga dijadikan pertimbangan untuk mengatur kelompok. Jadi tinggal orangtua saja yang harus memotivasi anak agar bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Perlu diingat bahwa dunia luar lebih beragam lagi, jadi dengan perubahan-perubahan seperti ini anak bisa belajar beradaptasi dengan lingkungan baru. Aku perlu menggarisbawahi hal ini, karena ada orangtua yang protes keras kenapa ada perubahan seperti ini saat anaknya sudah merasa nyaman dengan keadaan yang ada dan akibat perubahan ini dia mogok sekolah. Lingkungan RA Istiqlal sendiri lebih homogen dibanding TK di luaran sana, artinya...dengan guru-guru yang sangat kental mengajarkan nuansa keislaman di sekolah...lokasinya sendiri yang ada di masjid....ga ada murid non muslim....komunikasi orang tua & anak yang sudah seragam....komunikasi guru dengan orangtua yang terbuka...maka anak terbiasa dengan keadaan yang harmoni...

Bayangkan dengan kondisi yang homogen itu, tiba-tiba di SD nanti dia berhadapan dengan lingkungan yang heterogen...jauh berbeda dengan keadaan waktu RA.... Kalau tidak dari sekarang dibiasakan beradaptasi, bisa-bisa dia ga mau masuk SD...yang merupakan pendidikan formal...beda dengan TK yang masih dalam tahap bermain. Lalu harus bagaimana kalau sudah gitu...belum tentu juga sekolah terbuka dengan keluhan orangtua murid....apa terus pindah sekolah lagi?...

Waahh..malah ngomongin orang lain...intinya....apa yang kuomongin di atas ini juga kupikirkan buat anak-anakku. Sekarang aja aku masih menghadapi masalah Detya yang kurang istiqomah dengan pendapatnya sendiri...masih gampang ikut-ikutan temen. Padahal dia masih di lingkungan yang sama...gimana kalau dia sekolah di SD umum...bisa-bisa usahaku jadi lebih sulit untuk membuat dia jadi anak yang teguh pendirian.

Untung saja Javas sendiri merasa asik-asik saja dengan teman-teman barunya...(tapi aku perlu konfirm lagi dengan Guru kelasnya yang baru...).

Tetep, walau Javas dianggap cukup matang...aku sendiri merasa Javas masih perlu dukungan yang kuat untuk beraktivitas dengan benar sesuai umurnya... Jadi, hasil parenting class sebelumnya tetep akan dilanjutkan sampai kapanpun...karena lepas Javas...ada Wisam yang sekarang saja suka melipat tangan di dada kalau sudah mau sesuatu...(jadi pengen ketawa kalau dia sudah melakukan itu....karena lucu sekali gaya "ga mau diatur"-nya itu...)

Jadi orangtua artinya belajar seumur hidup....


Komentar

  1. ya amplop, betapa kompleksnya ya... aku terbengong2 sendiri tiap membaca alinea demi alinea. apa iya dulu waktu masih kecil kita juga sekompleks itu?? apa anak skrg yg lebih spesial??
    jadi orangtua memang ternyata sangat2 nggak mudah ya. Blog kita mesti bertemen terus ya mbak, biar aku terus dapet referensi2 soal anak :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog