Rumah Dan Masalahnya

Perbincangan masalah rumah antara aku dan suamiku selalu saja berakhir dengan ga ada kesimpulan. Aku paham bahwa banyak hal yang dipertimbangkan suamiku dalam rangka mendapatkan rumah idaman, beda denganku yang hanya mementingkan tampilan umum saja.

Semenjak kepindahanku dulu dari kontrakan ke rumah dinas tahun 2006, aku sudah memutuskan bahwa urusan memilih rumah aku serahkan sepenuhnya kepada suamiku. Ini dalam rangka menghindari konflik besar.

Waktu pindahan 2006 dulu, kami selalu argueing tentang segala hal. Saat itu rumah dinas yang kudapatkan sangat-sangat tidak layak huni sehingga butuh renovasi lumayan besar. Nah, dalam rangka renovasi itu kami diskusi dengan emosi yang diakhiri dengan saling membentak di hadapan Bapakku.

Bapakku memang datang membantu proses renovasi itu dengan membawa tukang dari kota asalku sehingga beliau juga mengamati semua pross diskusi kami tanpa sekalipun turut campur. Setelah insiden saling membentak itu, akhirnya Bapakku cerita tentang suatu hal yang tidak pernah diberitaukan padaku.

Alkisah....ketika suamiku dan keluarganya dulu datang melamarku, Bapakku sedang di Kalimantan ke rumah Pakdheku. Jadi beliau ga tau sama sekali bagaimana calon suamiku dulu kecuali dari ceritaku dan ibuku. Bapakku agak-agak mempertanyakan keputusanku mengingat betapa dekat jaraknya dengan putusnya pertunanganku dengan calon sebelumnya. Beliau khawatir aku belum terlalu mengenal pelamarku ini dan aku tergesa-gesa memutuskan untuk menerima karena umur yang semakin merambat naik.

Maka beliau melakukan hal yang wajar dilakukan orang-orang daerah tapal kuda. Daerah dengan penganut NU yang setipe Gus Dur gitu lah. Bapakku bertanya pada seorang Kyai yang terkenal mumpuni. Beliau bertanya bagaimana kira-kira masa depan antara aku dan calonku. Sebenarnya Bapakku adalah seoarng Muhammadiyah. Dan dalam pertunanganku sebelumnya, Bapakku tidak melakukan hal ini. Ini beliau lakukan karena mengkhawatirkanku saja.

Dan garis besar hasilnya adalah kami berdua sama-sama keras. Basicly ga ada masalah yang berarti, tapi kekerasanku itu membuatku ga akan ragu-ragu memutuskan sesuatu. Masalah besar yang bisa membuat kekeraskepalaan kami berakhir buruk adalah hal-hal yang berhubungan dengan rumah, entah pindah rumah, renovasi rumah ataupun beli rumah. Pokoknya apapun yang berhubungan dengan rumah.

Maka sejak itu aku memutuskan, apapun yang berhubungan dengan rumah, aku yang akan pasif. Aku ga akan keras kepala mempertahankan keinginanku. Asal hal-hal pokok terpenuhi maka detilnya biar jadi pilihan suamiku. Hanya renovasi rumah dinas saja bisa membuat kami saling membentak tanpa lihat situasi, bagaimana jika kami membeli rumah dan ga ada satupun yang mengalah? Bisa-bisa terjadi perang Baratayuda.

Maka ketika awal 2007, suamiku tiba-tiba saja ingin membeli rumah di Kediri, kota asalnya. Akupun ga banyak tanya, walaupun aku ga ikhlas sama sekali. Bayangkan...dari awal kami menikah, kami sudah keliling-liling kesana kemari tanya-tanya rumah yang mungkin bisa jadi tempat tinggal kami. Tapi waktu itu, dananya amat sangat terbatas, sedangkan dari dulu harga rumah sudah tinggi. Lalu setelah suamiku setahun di Korea dan mengumpulkan uang saku yang diterimanya setahun itu, maka cukuplah dana untuk membeli rumah di Jakarta (walaupun tentu saja tetap harus KPR). Aku sangat berharap kali ini kami bisa benar-benar mendapatkan rumah sendiri. Kami juga masih saja kesana kemari melihat-lihat perumahan yang ada di daerah pilihan kami. Dan betapa kecewanya aku, ketika ternyata suamiku memutuskan untuk membeli rumah di Kediri, ketika Ibu Mertuaku cerita bahwa ada orang yang butuh uang sehingga harga rumahnya lemayan rendah. Dan uang yang sedianya cukup untuk DP dan segala macam untuk rumah Jakarta, akhirnya habis untuk membeli rumah Kediri itu.

Aku memang menyerahkan urusan rumah ke suamiku tapi tentu saja kekecewaanku itu tetap aku sampaikan. Dan entah kenapa suamiku tetap memutuskan membeli rumah itu. Ya...kami memang sudah punya rumah....tapi di Kediri sana. Karena kecewa itu, sampai beberapa waktu lalu, aku ga merasa memiliki rumah itu. Aku ga tau perkembangannya bagaimana dan ga ingin tau. Terserahlah kalau bocor...terserahlah kalau dipasangi rolling door..terserahlah mau dicat lagi..terserahlah mau dipasangi kanopi untuk parkir mobilnya... Toh bukan kami sekeluarga yang menempati rumah itu. Sempat ada yang ngontrak selama setaun dan kosong lagi hampir dua tahun dan baru-baru ini saja ada lagi yang ngontrak selama dua tahun.

Hampir setahun terakhir ini, kami habiskan juga untuk mencari rumah idaman. Kami sempat suka banget daerah belakang terminal Kampung Rambutan dan aku sendiri sempat jatuh cinta dengan rumah second di daerah Perumahan Bulog Pondok Gede sana. Rumah tiga kamar yang cukup luas dengan luas tanahnya 180 meter persegi. Rumahnya masih rumah asli, belum direnovasi sama sekali, jadi kami bisa membentuk jadi apa saja sesuai keinginan kami. Aku benar-benar jatuh cinta dengan rumah itu. Lingkungannya pun asri dan tetangga-tetangganya sepertinya asik. Jalur tempuhnya pun mudah dengan adanya JORR, keluar pintu tol langsung belok kanan 10 meter, masuk deh ke perumahan itu.

Berkali-kali kami mendatangi daerah itu dan kupikir keputusan suamiku tentang rumah yang mana sudah meruncing. Kami pun sudah menghitung-hitung berapa dana cash yang kami butuhkan. Ternyata masih kurang dan kalau bertahan dengan pilihan rumah yang ada, maka satu-satunya cara adalah menjual rumah Kediri. Kupikir suamiku sudah setuju dan mulai menawarkan rumah itu melalui Mertuaku. Tapi apa yang terjadi? Malah dikontrakkan selama 2 tahun.

Jadi rumah idamanku....bye...bye...

Buat apalah gondok-gondok sendiri seperti ini. Toh aku juga sudah memutuskan, bahwa urusan rumah biar suamiku yang menentukan. Aku lepas tangan saja....

Jadi yang kupikirkan saat ini adalah yang sekarang benar-benar ada di tanganku...Apartemen Menteng Square....biarpun rusun sederhana selonjorpun sempit sekali....ini sudah pasti jadi milik kami untuk kami tinggali. Benar-benar dekat dengan kantor dan sekolah anak-anak dan tanpa macet... Perkara nanti ga akan ada isinya karena ga cukup diisi apa-apa, ga masalah...yang penting kami bisa tinggal disitu. Menurut perjanjian jual beli yang kemarin ketandatangani, serah terima lokasi adalah 30 Juni 2012...wedew..masih lama ya.... ya udahlah..toh masih ada rumah dinas ini. Asal ga ada surat pengusiran lagi aja....bisa stress mendadak aku...

Komentar

  1. ya ampun aku terbengong2 ampe 15 menit mandangin window reply. Ga berhak dan ga mampu kasih statement apa2. Yg jelas, utk urusan teknis rumah aku pun serahin sepenuhnya sama suami. Tapi untuk design & decor, suamiku kasih hak sepenuhnya ke aku. Utk meminimalisir perdebatan, memang...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Medeking

Seri Rumah Kecil - Laura Ingalls Wilder

Coba Atur Blog