Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2010

Evaluasi Akhir Tahun Detya

Ketika mengambil hasil evaluasi akhir tahun Detya hari Jumat kemarin, aku tidak terlalu memikirkan masalah nilainya. Setelah melewati 2 kali UTS dan 1 kali UAS lalu, aku sudah pasrah dengan pola belajar Detya di UAS kali ini. Aku dulu bercita-cita bisa duduk bersama dengan anak-anakku setiap malam menemani mereka belajar apapun. Ternyata yang bisa aku lakukan adalah berbincang bersama mereka sepanjang perjalanan berangkat dan pulang kerja. Juga bercerita atau membacakan cerita ketika mau tidur. Mungkin juga kondisi untuk belajar seperti itu belum muncul di kelas satu karena anak kelas satu masih belum dapat PR pelajaran. Jadi ketika Detya ujian, aku juga tidak bisa membuat dia untuk mengulang pelajaran yang akan diujikan. Dulu aku sering cemas, ketika Detya sama sekali ga belajar untuk ujian dan ketika kutanya tentang bagaimana ujian hari ini jawabannya selalu saja "aku lupa". Tapi ketika hasil ujian keluar dan semua nilainya baik-baik saja maka kecemasanku itu perlahan

Mbah Putriku

Gambar
Mbah Putri dengan cucu dan cicitnya Mbah Putriku sudah sangat sepuh, aku tidak tau berapa tepatnya umur Mbahku ini, yang jelas lebih tua dari umur pak Suharto, mantan presiden kita dulu. Yaa..sekitar 90 tahun lah. Alhamdulillah sampai sekarang mbahku masih sehat. Walau beberapa kali harus ke rumah sakit ketika beliau terjatuh, namun akhirnya beliau kembali sehat. Pendengaran Mbahku juga masih tajam, terbukti berkali-kali aku telepon, beliau bisa mendengarkan ucapan-ucapanku, walau tidak bisa menebak suaraku kecuali aku beritahu sendiri bahwa aku ini Dewi, cucunya yang jauh di Jakarta. Foto di atas adalah foto yang sangat berkesan buatku karena di foto itu ada Mbah Putriku dengan semua cucu dan cicitnya. Waktu itu orang tuaku dapat giliran untuk menjadi tuan rumah pertemuan rutin tahun yang waktunya dipasin dengan halal bihalal di Hari Raya Idul Fitri. Cicit yang paling besar sekarang berumur 24 tahun dan sudah merencanakan pernikahannya. Aku sangat berharap Mbah Putriku ini diberi

Menjadi Pemimpin

Hasil tes psikologi tahun lalu ketika training di Magelang menunjukkan kalau aku ga ada kompetensi untuk jadi pemimpin. Beberapa bulan lalu juga kembali ada assessment dari kantorku dan rasa-rasanya jawaban-jawabanku masih sama saja sehingga hasilnya bisa jadi juga menunjukkan kalau aku ga ada kompetensi untuk jadi pemimpin. Bisa kumaklumi sih, karena memang itu juga yang aku rasakan. Aku ga berani mengatur sebuah tim agar berjalan dengan baik dengan pembagian pekerjaan yang adil. Aku juga kurang bisa meyakinkan diriku sendiri bahwa orang lain juga akan mengerjakan tugasnya dengan baik sehingga seringkali aku kerjakan semuanya sampai akhirnya badanku rontok sendiri. Aku juga sangat ga berani menghadapi konflik ketika ada beda pendapat dalam tim. Jadi rasanya bisa dipastikan akan susah mengharapkan aku akan bisa jadi pemimpin yang baik. OK, seharusnya aku mulai belajar menghilangkan semua perasaan negatif tentang menjadi seorang pemimpin. Aku seharusnya banyak belajar dan mengamati

Beda Pendapat Untuk Javas

Gimana ya memulainya..? Bahasan ini muncul ketika sabtu kemarin kami mengambil hasil evaluasi akhir tahun Javas yang terakhir di RA Istiqlal. Terakhir karena Javas sudah di TK B dan tahun ajaran depan dia sudah akan memulai babak baru di MI Istiqlal. Sebenarnya sudah cukup lama aku dan suamiku beda pendapat mengenai perkembangan sosial emosi Javas. Janganlah Javas dibandingkan dengan Detya pada saat umur yang sama, karena dimana-mana, sosial emosi anak perempuan jauh lebih matang dibanding anak laki-laki. Namun tidak fair juga jika dibandingkan dengn sesama anak laki-laki diumur yang sama karena pada dasarnya tiap anak akan berbeda-beda kematangan pribadinya. Nah, kalau membanding-bandingkan dengan teman-temannya, Javas memang terlihat berbeda, bahkan dari awal sebelum dia memulai pendidikannya di Istiqlal. Walaupun Javas sangat individual, tapi aku juga tidak bisa mengkategorikan dia sebagai anak dengan kebutuhan khusus karena dia tidak punya ciri-ciri tersebut. Dari awal suamiku

Cacingan

Sungguh, saat ini kami sekeluarga ga ada yang cacingan. Hanya saja, sejak akhir tahun lalu kami merutinkan diri minum obat cacing (untuk anak-anak maksudnya, aku ga ikutan waktu itu). Awalnya kami sedang berkunjung ke rumah teman yang berbaik hati ikut mencarikan rumah saat kami kasak kusuk mencoba cari rumah di sekitar kantor saja. Nah, percakapan teman tersebut dengan anaknya tentang segala macam jadwal kesehatan dengan dokter pribadinya (misalnya:imunisasi, periksa gigi, minum obat anti cacing), membuat kami terinspirasi untuk juga rutin minum obat cacing buat anak-anak kami. Jadi, langsung saja sepulang dari rumah teman tersebut kami beli obat cacing cair untuk anak-anak. Lalu, mengingat sudah enam bulan berlalu semenjak minum obat cacing terakhir, maka awal bulan ini kami sudah mengingat-ingat untuk menyiapkan obat cacing itu sekaligus memotivasi mereka untuk hidup bersih. Kami janjikan untuk browsing masalah cacingan sehingga anak-anak tau sendiri masalah cacingan dan kebersi

Javas dan Piala Pertamanya

Gambar
Sabtu kemarin adalah acara Refleksi Akhir Tahun RA Istiqlal sekaligus pelepasan anak-anak TK B. Dan Javas termasuk yang dilepas tahun ini. Kupikir acara bakal berlangsung seperti tahun lalu, yaitu orang tua dan anak maju ke panggung untuk menerima ijazah dan buku tahunan. Ternyata prosesinya lebih menarik dan aku yakin anak-anak pun menyukainya. Anak-anak dibagi per kelompok masing-masing masuk dari depan dengan lampu yang sudah dimatikan, sedangkan Sang Anak memegang lampu kelap-kelip berbentuk tongkat yang biasa dijual di tempat-tempat ramai. Lalu Sang Anak dipanggil satu persatu untuk diserahkan kepada Orang Tuanya dan selanjutnya ke panggung bersama untuk menerima ijasah dan pernak-perniknya. Yang bikin aku kaget (karena diluar rencana awal, yaitu ijazah dan buku tahunan), ternyata Sang Anak juga menerima piala yang berisi nama Sang Anak sendiri dan nama panggilan semua kelompok TK B. Setelah kami menempati posisi di atas panggung, serta merta Javas, menarik-narik aku untuk kemu

Cuka Apel dan Bir Pletok

Sepulang dari acara wisata Javas Mei Kemaren di Situ Babakan, Ayah membawa oleh-oleh Bir Pletok. Yaaah..sebenarnya aku yang penasaran dengan bir pletok ini, bagaimana rasanya. Makanya bolak-balik sms ayah untuk ngingetin jangan lupa beli bir pletok pas acara bebas. Situ Babakan ya ini adalah kampung wisata Betawi dan sesuai tema bulan Mei di sekolah Javas, maka kunjungannya adalah ke Kampung Betawi itu, di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.. Kegiatannya selama kunjungan bermacam-macam, dari berlatih menari, silat Beksi, membuat ondel-ondel dari kok, menonton pertunjukan khas Betawi, termasuk acara bebas. Nah pas acara bebas ini, baru boleh belanja oleh-oleh makanan khas betawi. Akhirnya aku dapat merasakan bir pletok. Dengan botol sebesar botol sirup (kurang lebih 650 ml), bir pletok dihargai Rp12.ooo,- dan menurutku jadi lumayan mahal. Coba bandingkan dengan minuman soda dengan harga yang lebih murah tapi dengan kemasan 1,5 liter. Dan rasanya pun b